Belajar islam
Minggu, 01 Februari 2015
Wanita yang di laknat Allah
Wanita yang di laknat Allah - Wanita adalah makhluk mulia yang diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena itu wanita memiliki sifat yang lembut serta penuh dengan kasih sayang dan bagi seorang wanita Muslimah wajib menjaga segala perbuatannya demi mengharapkan rahmat dari sang pencipta.Siapa
Setiap Muslimah seharusnya mengetahui hal-hal yang dapat membuat Allah Subhanahu wa Ta’ala murka, sehingga mendatangkan laknat Allah Subhanahu wa Ta’ala atau dijauhkan dari rahmatnya. Dan mengapa demikian?
“Apa yang diberikan rasul kepada kalian, maka ambilah dan apa yang ia larang atas kalian maka tinggalkanlah”. (QS. Al-Hasyr: 7)
Lalu siapakah wanita-wanita yang di dalamnya? Serta perbuatan apa saja yang dapat membuat Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat hamba-Nya?
Wanita Pembuat Tato & Wanita yang Meminta dibuatkan Tato
Imam Nawawi menjelaskan arti dari bertato yaitu menusukkan jarum atau alat tusuk lain di telapak, pergelangan tangan, bibir atau anggota badan yang lain dari tubuh wanita sampai nantinya keluar darah. Tempat yang ditusuk jarum itu lalu dibubuhi cela atau serbuk yang lain sampai kemudian kulit tersebut menghijau. Bisa juga digambarkan lingkaran-lingkaran atau yang lainnya sesuai kemauan si pemilik tubuh.
Diharamkan bagi seorang wanita untuk membuatkan tato pada tubuh orang lain dan juga bagi wanita yang meminta untuk dibubuhkan tato, sebab kepada keduanya akan mendapatkan dosa dari apa yang diperbuatnya. Apabila masih mungkin untuk dihilangkan maka wajib hukumnya untuk dihapus dan tidak boleh menunda-nunda untuk menghilangkannya. Namun jika tidak memungkinkan sehingga dapat menyebabkan terluka maka hukumnya tidak wajib dan apabila tato itu tetap ada pada tubuhnya maka ia tidak berdosa. Tak hanya itu, apabila sekiranya tato tersebut bisa dihilangkan akan tetapi tetap merasa bangga dengan tato tersebut, maka ia termasuk orang yang berbuat maksiat secara terang-terangan. Dan tidak akan mendapatkan ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hukum ini berlaku bagi pria maupun wanita.
Wanita-Wanita yang Mencukur & Wanita-Wanita yang Meminta Untuk dicukur Rambut di Wajahnya
Diharamkan bagi kedua pelaku tersebut kecuali jika terdapat janggut atau kumis diwajah wanita maka tidak haram untuk mencukurnya. Imam Nawawi mengatakan, “Dan perbuatan ini mencukur bulu atau rambut yang tumbuh di wajah kecuali apabila tumbuh diwajah wanita kumis dan jenggot maka tidak haram untuk menghilangkannya, bahkan mustahak.” Kemudian beliau menambahkan, bahwa larangan itu tertuju pada bulu alis dan apa yang dipinggir wajah dekat telinga.
Wanita-Wanita yang Merenggangkan Gigi Demi Kecantikan Semata
Maksud di sini adalah menjauhkan jarak antara gigi atas dan gigi bawah. Hal ini biasanya dilakukan oleh orangtua yang usianya sudah lanjut dengan tujuan agar tetap awet muda serta memperindah gigi. Sebab tonjolan yang lembut pada gigi hanya dimiliki oleh anak kecil sedangkan pada wanita lanjut usia tonjolan-tonjolan gigi itu akan mengeras lalu dilembutkan dengan alat pelembut agar kelihatan indah dan lebih muda.
Perbuatan ini dilarang keras oleh Islam dan haram hukumnya jika hanya dimaksud memperindah dan mempercantik diri namun jika untuk pengobatan maka boleh dilakukan.
Wanita-Wanita yang Menyambung Rambut & Wanita Minta Disambungkan Rambutnya
Wanita yang menyambung rambut dan wanita yang minta disambungkan rambutnya baik itu rambut asli maupun rambut imitasi, seperti yang terkenal saat ini dengan nama wig dan bagi laki-laki lebih diharamkan lagi meskipun itu profesinya ataupun ia minta disambungkan rambutnya. Mengenai hal ini diriwayatkan oleh Aisyah. Seorang perempuan Anshar telah kawin dan sesungguhnya dia sakit sehingga gugurlah rambutnya, kemudian keluarganya bermaksud menyambungkan rambutnya tetapi sebelum itu mereka bertanya dulu kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab,
“Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut dan meminta disambungkan rambutnya.” (HR. Bukhari).
Wanita yang Menolak diajak Bersetubuh oleh Suaminya
Karena sesungguhnya sebaik-baiknya wanita adalah wanita yang taat kepada suaminya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Selain itu ia juga mengetahui kewajiban-kewajibannya sebagai istri, dan menjaga hak-hak suami atas dirinya dan salah satu hak-hak suami adalah Jima’ atau bersetubuh yang dapat merekatkan maupun meregangkan hubungan suami isteri.
“Apabila seorang suami mengajak istrinya untuk berkumpul, hendaknya wanita itu mendatanginya sekalipun dia berada di dapur.” (HR. Tirmidzi: 4/387, Shahih)
Selain itu wanita tidak boleh berpuasa sunnah ketika suaminya berada di rumah kecuali dengan izinnya.
“Tidak halal bagi wanita untuk berpuasa (sunnah) sedangkan suaminya berada di rumah, kecuali dengan izinnya.” (HR. Bukhari: 16/ 199).
Apabila seorang istri dalam keadaan haid atau nifas atau sakit yang sekiranya membahayakan apabila bersetubuh maka hal ini diperbolehkan atau berhak untuk menolaknya. Namun apabila tidak dalam keadaan tersebut maka tidak diperbolehkan untuk menolaknya. Dan inilah yang mendatangkan laknat dari malaikat dan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Apabila suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya lalu istri enggan sehingga suami marah pada malam harinya, malaikat melaknat sang istri sampai waktu subuh.” (HR. Bukhari: 11/14).
Wanita-wanita yang Sering Melakukan Berziarah Kubur
Meskipun para ulama berselisih paham mengenai hal ini namun pendapat yang paling kuat adalah wanita juga diperbolehkan untuk berziarah kubur asal tidak terlalu sering. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Dahulu aku melarang kalian dari ziarah kubur, maka sekarang berziarahlah.” (HR.Muslim)
Demikianlah penjelasan mengenai siapa saja wanita-wanita yang dilaknat oleh Allah SWT yang tercantum di Al-Qur’an mapun hadist. Semoga informasi ini dapat menjadi teguran kecil bagi kita untuk menjauhi larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala agar selalu dilimpahkan rahmat dari-Nya
Read More
Mewaspadai Kerasnya Hati
Mewaspadi Kerasnya Hati - Hati yang dimiliki setiap insan terkadang ia selembut air, tapi juga terkadang sekeras batu. Lembutnya hati karena taatnya si pemilik hati kepada Allah -Azza wa Jalla-. Sebaliknya, kerasnya hati karena kedurhakaan si pemilik hati kepada Allah Sang Pencipta Allam Semesta.
Read More
Seorang yang lembut hatinya akan mudah
menerima kebenaran yang datang dari Robb-nya, dan mudah menangis saat
mengingat kebesaran atau siksaan Allah, dan segera bertobat saat ia
melanggar batasan Allah -Subhanahu wa Ta’ala-. Adapun orang-orang yang
keras hatinya, maka hatinya tertutup dan susah dalam menerima kebenaran.
Karena, kekerasan hatinya, ia susah menangis saat diingatkan tentang
siksaan Allah dan kebesaran-Nya. Pemilik hati yang keras terus menerus
di atas pembangkangan dan kedurhakaan. Lisannya amat berat mengucapkan
kata tobat. Inilah yang disinyalir oleh Allah -Azza wa Jalla- dalam firman-Nya,
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad : 24)
Orang yang keras hatinya akan susah
menerima kebenaran yang Allah turunkan melalui kitab-kitab-Nya dan lisan
para rasul-Nya. Hatinya bagaikan batu yang yang tidak ditembus oleh air
saat hujan turun. Allah -Ta’ala- berfirman,
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi
keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu
itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan
diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari
padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, Karena takut
kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu
kerjakan”. (QS. Al-Baqoroh : 74).
Seorang muslim ketika sampai kepadanya
perintah dan larangan Allah, maka hendaknya segera melaksanakan perintah
Allah, dan menjauhi larangannya sebelum hatinya membatu bagaikan batu
cadas di pegunungan. Allah -Azza wa Jalla- berfirman,
“Belumkah datang waktunya bagi
orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan
kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka
seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya,
Kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka
menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang
fasik”. (QS. Al-Hadid : 16)
Al-Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah- dalam tafsirnya berkata, “Allah
melarang kaum mukminin untuk menyerupai orang-orang yang mengemban
Al-Kitab sebelum mereka dari kalangan Yahudi dan Nasrani. Tatkala telah
berlalu masa yang panjang pada mereka (ahli Kitab), maka mereka
mengganti Kitab Allah yang ada di tangan mereka, memperjualbelikannya
dengan harga murah, membuangnya di balik punggung mereka. Mereka mulai
menghadap kepada pemikiran-pemikiran manusia yang bertentangan, dan
ucapan-ucapan yang simpang siur, mereka membebek buta kepada tokoh-tokoh
(pendeta) dalam urusan agama Allah, dan menjadikan ulama, dan pendeta
mereka sebagai tuhan-tuhan dari selain Allah. Ketika itulah, hati
mereka membatu. Lantaran itu, mereka tak mau menerima nasihat, serta
hati mereka tak mau luluh dengan janji dan ancaman”. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (8/20)]
Pembaca yang budiman, adapun kerasnya
hati, maka para ulama kita menyebutkan beberapa diantara sebab-sebab
yang membuatnya keras bagaikan batu:
1. Banyak Tertawa
Salah satu diantara sebab membatunya
hati seseorang bagaikan mayat yang sudah kehilangan ruh adalah
memperbanyak tawa. Tertawa adalah perkara yang boleh saja sepanjang
masih dalam batasan syariat, yaitu tidak keseringan dan bukan menjadi
kebiasaan, dan tidak menertawakan kebaikan dan pelakunya, serta menjaga
adab atau citra diri saat tertawa (misalnya, tidak terbahak atau tidak
memukul orang, dan lainnya).
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,وَلَا تُكْثِرْ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ“Janganlah engkau memperbanyak tawa, karena banyak tawa akan mematikan hati”. [HR. At-Tirmidziy dalam As-Sunan, dan Ahmad dalam Al-Musnad (2/310). Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalamAsh-Shohihah (no. 930)]
Mengapa seorang yang banyak tertawa akan
mati dan membatu hatinya? Karena, seorang yang memperbanyak tawa akan
sulit menerima nasihat yang berisi kebenaran. Itulah sebabnya kita
sering melihat ada orang yang ketika dibacakan kepadanya Al-Qur’an, maka
ia tertawa dan tidak serius mendengarkannya. Bahkan terkadang ia
memperolok-olokkan Al-Qur’an dan orang yang membacakannya kepada
dirinya. Semua ini adalah tanda bahwa ia tak mau menerima nasihat dari
Allah dan Rasul-Nya.
Selain itu, banyak tawa adalah tanda hilangnya khosy-yah (takut)nya
seorang hamba kepada Allah. Seorang yang takut kepada Allah akan lunak
hatinya dan mudah menerima nasihat dan kebenaran dari Allah -Azza wa Jalla-.
Itulah hikmahnya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- menganjurkan kepada kita agar sedikit tawanya, dan banyak menangis karena takut kepada Allah sebagaimana dalam sabdanya,
لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا
“Andai kalian tahu sesuatu yang aku tahu, maka kalian akan sedikit tertawa, dan banyak menangis”. [HR. At-Tirmidziy. Di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih Fiqh As-Siroh (479)]
Orang yang banyak tertawa akan susah menangis saat ia diingatkan tentang neraka, dan siksa Allah -Azza wa Jalla-,
baik di dunia, maupun di akhirat. Dia lebih senang terbawa dalam canda
melampaui batas. Banyak tertawa bukanlah ciri dan tanda orang-orang
sholih dari kalangan nabi dan rasul serta pengikut mereka yang setia.
Banyak tawa adalah tanda orang-orang yang lalai dari Allah dan akhirat.
Karenanya kami amat sedih saat melihat tersebarnya kebiasaan banyak
tertawa di kalangan kaum muslimin, dari anak kecil sampai orang tua
beruban. Parahnya lagi, ada diantara mereka yang menjadikannya sebagai
profesi sebagai seorang pelawak dan tukang banyolan.
2. Banyak Makan
Banyak makan adalah salah satu sebab
hati seseorang akan membatu, sebab banyak makan akan membuat orang akan
malas berbuat. Tak ada yang dipikirkan oleh orang yang banyak makan,
kecuali makanan, cara mendapatkannya, metode memasaknya, dan aneka
ragamnya, sehingga waktunya akan habis hanya dalam memikirkan perut.
Adapun memperbanyak sedekah dan infaq, maka hal itu jauh dari pikiran
dan catatan hidupnya. Tangannya lebih ringan membeli makanan dibanding
berinfaq di jalan Allah.
Orang yang seperti ini akan rakus, dan
kikir, serta malas beramal sholih atau mengejar kebaikan di sisi Allah.
Orang yang seperti ini malas mencari ilmu dan mempelajarinya di
majelis-majelis taklimnya orang-orang berilmu. Sebaliknya, ia akan
banyak bicara dan sok pintar. Inilah yang pernah disyaratkan oleh
Nabiyyullah Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam
sabdanya saat beliau mengingatkan bahayanya kaum pengingkar sunnah yang
mau berpegang dengan Al-Qur’an, tapi meninggalkan sunnah,
أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ
الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلَا يُوشِكُ رَجُلٌ شَبْعَانُ عَلَى
أَرِيكَتِهِ يَقُولُ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْقُرْآنِ فَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ
مِنْ حَلَالٍ فَأَحِلُّوهُ وَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَرَامٍ
فَحَرِّمُوهُ
“Ingatlah sungguh aku telah diberi Al-Kitab, dan semisalnya bersamanya. Ingatlah, hampir-hampir akan ada seseorang yang kenyang di
atas ranjangnya seraya berkata, “Berpeganglah saja dengan Al-Qur’an
ini. Karenanya, apa saja yang kalian temukan di dalamnya berupa sesuatu
yang halal, maka halalkan, dan apa saja yang kalian temukan di dalamnya
beruapa sesuatu yang haram, maka haramkanlah”. [HR. Abu Dawud (no.). Hadits ini di-shohih-kan Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (163)]
Di dalam hadits ini, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- menyebutkan orang yang kenyang.
Ahli Hadits Negeri India, Al-Imam Syamsul Haqq Al-Azhim Abaadi -rahimahullah- berkata dalam menjelaskan maknanya, “Ia
adalah kinayah tentang kepandiran, dan pemahaman buruk yang timbul dari
kenyangnya seseorang atau timbul dari kebodohan yang menyertai gaya
hidup mewah, dan ketertipuan dengan harta dan kedudukan”. [Lihat Aunul Ma’bud (10/124)]
Itulah akibat banyak makan; ia akan membuat pelakunya malas dan tak mau menerima kebenaran sebagai tanda kerasnya hati. Seorang ulama salaf, Bisyr bin Al-Harits -rahimahullah- berkata,
خَصْلَتَانِ تُقْسِيَانِ الْقَلْبَ: كَثْرَةُ الْكَلاَمِ، وَكَثْرَةُ اْلأَكْلِ
“Dua perkara yang akan mengeraskan hati: Banyak bicara, dan banyak makan”. [Lihat Al-Hilyah (4/22) oleh Abu Nu’aim]
Al-Imam Abu Bakr Al-Marrudziy -rahimahullah- berkata kepada Al-Imam Ahmad bin Hambal -rahimahullah-, “Apakah seseorang dapat merasakan kehalusan hatinya dalam keadaan kenyang?” Al-Imam Ahmad -rahimahullah- berkata, “Saya pandang tidak?” [Lihat Kitab Al-Waro’ (hal. 98/no. 323) karya Al-Marrudziy, , dengan tahqiq Samir bin Amin Az-Zuhairiy, cet. Maktabah Al-Ma’arif]
Jadi, tak mungkin akan berkumpul antara
lembutnya hati dengan banyaknya makan, sebab banyak makan akan
mewariskan kelalaian dan perasaan malas dalam melakukan kebaikan dan
amal sholih. Selain itu, banyak makan akan membuat nafsu hewani
seseorang bergejolak. Sedang nafsu hewani tersebut akan mendorong
dirinya berbuat keji dan mesum.
3. Banyak Melakukan Dosa
Para pembaca yang budiman, satu lagi
diantara perkara yang akan membuat hati seseorang membatu adalah banyak
melakukan dosa. Dosa yang dilakukan oleh seseorang (apalagi jika ia dosa
besar) akan menyebabkan hati kita akan tertutupi oleh noda-noda maksiat
dan dosa tersebut. Inilah yang dimaksudkan oleh Allah dalam firman-Nya,
Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka”.(QS. Al-Muthoffifin:14 ).
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-,
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا
أَخْطَأَ خَطِيْئَةً نُكِتَتْ فِيْ قَلْبِهِ نُكْتَةً سَوْدَاءَ, فَإِذَا
هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيْدَ
فِيْهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ
“Sesungguhnya orang yang beriman
jika melakukan suatu dosa, maka dosa itu menjadi titik hitam di dalam
hatinya. Jika dia bertaubat dan mencabut serta berpaling (dari
perbuatannya) maka mengkilaplah hatinya. Jika dosa itu bertambah, maka
titik hitam itupun bertambah hingga memenuhi hatinya.” [HR. At-Tirmidzi dalam Sunan-nya (3334), dan Ibnu Majah Sunan-nya (4244). Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (1620)]
Hati yang ada pada diri setiap orang,
ibarat tubuh seseorang. Tubuh itu kalau tidak mengenakan apa-apa, maka
akan terasa ringan. Demikian pula hati, kalau sedikit kesalahannya, dan
mudah tersentuh sehingga mudah meneteskan air mata.
Dosa yang
dikerjakan oleh seseorang akan mematikan hati, sedang ketagihan
dengannya akan membuat diri seorang hamba menjadi hina dina. Jika
anda menginginkan hati ini hidup, maka hendaknya meninggalkan dosa,
sebab itulah kehidupan hati. Oleh karena itu, setiap orang menginginkan
hatinya hidup hendaknya ia menjauhi maksiat dengan sejauh-jauhnya,
karena maksiat dan dosa itu seperti api yang akan membakar hati dan
membinasakannya. Sebaliknya, ketaatan kepada Allah -Azza wa Jalla-ibarat air hujan yang akan menyegarkan tanaman yang ia basahi. [Lihat Jurnal AKHWAT (vol.1/hal.3)]
4. Melanggar Perjanjian dengan Allah
Melanggar perjanjian dengan Allah
merupakan sebab kerasnya hati seseorang. Dahulu Bani Isra’il (Yahudi)
pernah berjanji kepada Allah dan Rasul-Nya untuk menegakkan sholat,
menunaikan zakat, beriman kepada para rasul (termasuk Nabi Muhammad
-Shallallahu alaihi wa sallam-), menolong mereka, dan berkorban di jalan
Allah. Namun mereka menyalahi janji itu sebagaimana dalam firman-Nya,
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, kami laknat mereka, dan kami jadikan hati mereka keras membatu.
Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan
mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah
diperingatkan dengannya. Dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat
kekhianatan dari mereka, kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak
berkhianat). Maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al-Maa’idah : 13)
Hal yang
serupa banyak terjadi pada kaum muslimin. Mereka bersyahadat setiap
hari, namun masih saja ada diantara mereka yang melakukan kesyirikan dan
bid’ah. Padahal dua kalimat syahadat tersebut yang diucapkannya
setiap hari, melarangnya dari perbuatan syirik dan bid’ah
(mengada-adakan suatu ajaran). Tak heran jika banyak diantara mereka
yang berani menolak kebenaran, karena kerasnya hati mereka.
Bahkan banyak diantara mereka yang
lancang meninggalkan sholat, dan enggan menunaikan zakat. Demikian
karena hatinya tertutup dari kebaikan. Kalaupun ia melakukan kebaikan,
ia lakukan bukan karena mencari wajah Allah, tapi karena terpaksa atau
ingin mencari perhatian dan popularitas. Nas’alullahal afiyah was salamah min qoswatil quluub.
Sumber : Buletin
Jum’at At-Tauhid. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Jl. Bonto
Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel.
Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al
Atsary, Lc. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary,
Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham
Al-Atsary (085255974201).
Misteri Magrip
Misteri Magrip - Saat Maghrib tiba dan saat terang perlahan menghilang suasana berangsur mencekam. Ibu-ibu bergegas membawa anak-anaknya ke rumah lalu menutup pintu rumah rapat-rapat. Mitos menyatakan, inilah saat setan mulai gentayangan untuk memburu mangsanya. “Jangan keluar rumah maghrib nanti diculik wewe gombel” ada juga yang menakut nakuti anak-anaknya, “Cepat masuk rumah ada genderuwo.” Di penghujung hari suasana yang penuh mistis ini mungkin masih kita rasakan ketika berada di pedesaan. Lalu apa sesungguhnya yang terjadi pada saat maghrib? Apakah saat itu hantu-hantu berkeliaran? Namun lihatlah, bagaimana suasana di perkotaan. Sungguh berbeda, saat waktu maghrib tiba masih terlihat hiruk pikuk. Ada yang masih sibuk berkerja di perkantoran, ada yang terjebak macet di jalanan, dan ada pula yang asyik berbelanja di pertokoaan. Bahkan hiburan malam pun mulai bergegas membuka pintunya menyambut para tamunya. Bagi sebagian orang, maghrib berlalu begitu saja. Tak ada makna apalagi misteri, padahal Rasulullah saw begitu mengingatkan umatnya tentang waktu maghrib bahwa ada rahasia dibalik waktu maghrib.
Mitos menjadi bagian dari kehidupan masyarakat kita, orang percaya dengan mitos meskipun sulit dijelaskan dengan nalar. Saat orang tua kita melarang kita untuk keluar rumah pada waktu magrib, mungkin kita menuruti saja. Meskipun kebanyakan kita tidak pernah tahu alasan sesungguhnya. Orang tua mungkin juga sering melarang kita mandi di waktu maghrib, tidur di waktu maghrib atau berjemur baju atau bersiul di waktu maghrib. Semuanya selalu dikaitkan dengan munculnya makhluk-makhluk ghaib. Padahal bisa jadi sederet larangan itu punya dampak logika yang belum disampaikan. Mitos yang berkembang di masyarakat tak jelas darimana asal sumbernya. Namun yang berkaitan dengan misteri di waktu maghrib sejatinya bersumber dari hadits nabi yang diriwayatkan dari Jabir, Rasulullah bersabda:
“Ketika malam turun, dekatkanlah anak-anak kalian kepadamu, karena waktu itu syaithan berkeliaran, sejam kemudian kalian dapat melepaskan mereka. Dan tutuplah pintu-pintu rumahmu dan sebutlah nama Allah. Padamkanlah lampu dan sebutlah nama Allah. Tutuplah minumanmu dan sebutlah nama Allah. Tutuplah juga bejanamu dan sebutlah nama Allah. Sekalipun hanya dengan meletakkan sesuatu di atasnya.” (HR. Bukhari)
Bagi orang yang beriman ketundukan kepada Allah dan rasulnya tanpa syarat sami’na wa ‘athona hadits ini tentu tidak hanya berlaku bagi anak-anak juga orang dewasa. Ketika waktu maghrib tiba sejenak kita menghentikan aktivitas dan bergegas ke masjid untuk menunaikan shalat maghrib berjamaah. Waktu shalat maghrib begitu pendek maka lebih baik menunda aktivitas lain. Dahulukan sholat maghrib penuhi jiwa dengan rasa syukur bertawakal kepada Sang Pencipta. Senja adalah waktu peralihan antara siang dan malam, Allah telah membuat aturan bagi hambanya. Waktu siang digunakan untuk bekerja dan mencari rizki. Waktu malam adalah waktu istirahat dan tidur.
“Dan Kami telah menjadikan tidurmu untuk istirahat, dan Kami jadikan malam (dengan gelapnya) sebagai pakaian (yang melindungi), dan Kami telah menjadikan siang (dengan cahahya terangnya) sebagai masa untuk mencari rezeki.” (QS: An-Naba: 9-11)
Syariat di waktu Maghrib
Ilustrasi. (Foto : danialazizi93.blogspot.com)
Ilustrasi. (Foto : danialazizi93.blogspot.com)
Maghrib menjadi permulaan waktu malam dalam al-Qur’an kata maghrib ini disebutkan berkaitan dengan tempat yang artinya barat kebalikan dari kata masyiq yang artinya timur. Asbabun kata maghrib berasal dari Ghraba yaghrubu yang artinya pergi menjauh, terbenam, asing atau beracun. Kata al-Masyriq dan al-Maghrib secara geografis lebih banyak diartikan dengan tempat. Masyriq adalah timur atau tempat terbitnya matahari. Dan maghrib adalah barat atau diartikan pula dengan teggelamnya matahari. Seperti dijelaskan dalam firman Allah ta’ala:
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Maka kemanapun kamu menghadap disitulah wajah Allah. sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS: Al-Baqarah: 115)
Rasulullah saw dalam sabdanya mengkaitkan maghrib atau waktu senja dengan kemunculan setan. Menurut Ibnu Qayim al-Jauzi ra, senja merupaka waktu yang paling disukai setan. Pergerakan setan pada malam hari lebih hebat daripada siang hari. Sebab kegelapan malam memberikan kekuatan kepada mereka. Pada waktu senja Rasulullah melarang anak-anak kita untuk keluar rumah. Ibnu Hajar al-Ashqolari ra, dalam kitab Fathul Barii mengatakan bahwa hikmah larangan ini untuk menjaga anak-anak dari gangguan setan. Anak-anak yang telah habis bermain, pakaiannya mungkin penuh dengan kotoran atau bahkan terkena najis. Tabiat setan senang terhadap barang yang najis, karena itu setan dengan kalangan bangsa jin akan mendekati anak-anak. Ajaran Rasulullah ini menurut Imam Nawawi ra, mengandung kebaikan di dunia dan di akhirat. Rasulullah meminta kita untuk menjaga etika supaya terhindar dari gangguan setan. Setan tidak mampu membuka makanan dan minuman yang sebelumnya yang dibacakan bismillah.
Pada waktu maghrib setan berkeliaran dan bahkan memasuki rumah dan kemudian menumpang makan dan menginap di rumah kita. Karna itu Rasulullah mengingatkan; “Apabila seorang itu memasuki rumahnya dan mengingat Allah (dengan membaca Bismillah) ketika memasukinya dan ketika ingin makan, maka syaithan akan berkata kepada golongannya: “Kalian tidak memiliki tempat untuk bermalam dan tidak juga makanan malam. Sebaliknya apabila seorang itu memasuki rumah dan tidak mengingati Allah ketika memasukinya, syaithan berkata kepada golongannya: “Kalian telah mendapat tempat bermalam.” (HR. Muslim)
Dalam hadits lain Rasulullah saw juga menjelaskan secara umum walau tidak berkaitan khusus dengan waktu maghrib;
“Tutuplah bejana, ikatlah siqa (tempat air dari kulit), dan tutuplah pintu serta matikan lampu, karena sesungguhnya setan itu tidak bisa singgah di siqaba (yang tertutup), tidak bisa membuka pintu (yang tertutup) dan tidak bisa menyingkap bejana (yang tertutup). Jika salah seorang dari kalian tidak mampu melainkan hanya dengan meletakkan diatas bejananya sebuah lidi dan ia mengucapkan nama Allah (Bismillah), hendaknya ia lakukan itu.” (HR. Bukhari Muslim)
Perintah Rasulullah untuk menutup makanan dan minuman bisa dipahami secara nalar bahwa makanan dan minuman yang terbuka akan mudah dimasuki binatang pembawa kuman dan bakteri penyakit. Bahkan Rosyid Ridha dalam tafsir al-Manar mengatakan bahwa jin adalah makhluk halus yang dikenali zaman sekarang dengan mikroorganisme. Kuman dan bakteri adalah salah satu jenis dari bangsa jin yang membawa bencana penyakit kepada manusia. Namun sebagian ulama tidak sestuju dengan pandangan Rosyid Ridha, kuman-virus-bakteri bukanlah jenis jin karena tidak berkewajiban menyembah Allah sebagaimana bangsa jin. Wallahu ‘alam.
Namun Rasulullah menegaskan dalam sabdanya: “Sesungguhnya syaitan itu bergerak bebas di dalam tubuh anak Adam melalui saluran-saluran darahnya.” (HR. Bukhori Muslim)
Bila ditilik dari logika Rosyid Ridha dalam tafsir al-Manar tentang mikroorganisme dan makhluk jin. Maka dalam pegetahuan modern kita mengetahui bahwa virus-bakteri punya sejuta cara untuk bisa masuk ke dalam tubuh manusia. Antara lain melalui makanan yang tercemar, lewat minuman atau lewat udara. Karena itu orang yang bersin harus menutupi hidungnya dan mengucapkan doa “Alhamdulillah” dalam hadits lain Rasulullah juga mengingatkan umatnya; “Jika seseorang dari kalian menguap, maka tutuplah mulut dengan tangannya karena sesungguhnya syaitan masuk (ke dalam mulut yang terbuka).”
Perintah Rasulullah tidak sekedar sebuah etika, tapi mengandung banyak hikmah bagi umat manusia. setan dari kalangan bangsa jin ini tidak bisa kita lihat bagaimana saat memasuki tubuh manusia. sementara jin bisa melihat kita.
“Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (QS: Al-A’raf: 27)
Karena itu tak ada perisai bagi orang yang beriman selain mengikuti petunjuk Nabi. Untuk membaca bismillah ketika memulai suatu perbuatan. Karna setan tidak akan mampu menembus sesuatu yang disebutkan nama Allah padanya. Ketika kita membuka dan mengenakan pakaian, bacalah bismillah. Karena Rasulullah telah menjelaskan bahwa tabir antara mata jin dan aurat-aurat bani Adam jika salah seorang diantara kamu masuk kamar mandi hendaklah ia mengucapkan bismillah. Orang yang membaca doa maka setan akan terhalang untuk melihat aurat kita. Banyak kejadian manusia dirasuki karena dicintainya dan ketika diruqyah bangsa jin mengaku sering melihat auratnya ketika di kamar mandi.
Ketika maghrib tiba yagn merupakan awalnya malam maka berlindunglah kepada Allah dari kejahatan malam yang biasa dimanfaatkan oleh tukang sihir untuk mengirim santet. Allah ta’ala sudah memberi pelajaran dalam surah al-Falaq untuk memohon perlindungannya.
“Katakanlah (wahai Muhammad); ‘Aku berlindung kepada Allah yang menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembuskan buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.” (QS: Al-Falaq: 1-5)
Larangan waktu tidur
waktu-maghrib
Ilustrasi. (Foto : goleksuwargo.blogspot.com)
Gemerlap kota yang dihiasi kesibukan malam hari tak berarti setan berhenti untuk memburu mangsanya. Pada waktu senja itu, setan bergerak dalam kecepatan yang tidak kita ketahui. Berkeliaran di bumi untuk mencari tempat berlindung. Mungkin mereka akan memangsa anak kecil bukan memakannya tapi mengganggunya hingga ia rewel sepanjang malam atau memasuki orang yang telah dilanda galau dansedih berkempanjangan.
Di waktu senja itu pula setan berupaya menyusup kepada manusia kemudian membisikinya untuk menikmati malam dengan kemaksiatan. Keberhasilan setan dengan kelompoknya bukan menakut-nakuti manusia dengan wujud pocong,kuntilanak atau genderuwo. Karena ini hanya gambaran yang diciptakan oleh mitos. Karena sejatinya puncak prestasi setan ketika berbuat syirik dan bermaksiat. Ketika logika umat manusia demikian permisif dengan maksiat ketika hati dan rasa kemanusiaan sudah menjadi kebal dengan namanya maksiat. Maka satu langkah lagi manusia menjadi sahabat terbaik setan dan mereka akanmenemani di neraka.
Rasulullah saw mengabarkan keberadaan jin yang berjenis setan yang berkeliaran di waktu maghrib hingga hilangnya kegelapan malam. Namun apakah larangan untuk tidur menjelang maghrib atau setelah maghrib juga bersumber dari hadits Nabi. Menurut kajian medis tidur diawal malam lebih bermanfaat daripada tidur diakhir malam. Karna kurang tidur akan menimbulkan ketidakseimbangan badan. Begitu pula tidur di tengah hari lebih baik daripada tidur petang. Seluruh waktu disisi manusia sejatinya sudah diatur dalam Islam dari bangun tidur hingga menjelang tidur di malam hari. Juga dakam syariat islam terdapat waktu-waktu yang dilarang untuk tidur.
Sebagian ulama berpendapat tidur setelah shalat subuh termasuk yang dimakruhkan karna pagi hari adalah awal hari disanalah turunnya rezeki dan keberkahan kecuali orang yang semalaman kurang tidur karna berbagai alasan karna tidur di pagi hari ditujukan untuk mengemabikan kebugaran. Tapi tentu berbeda dengan orang yang memiliki kebiasaan tidur di pagi hari. Memang tidak ada satupun dalil yang melarang tidur setelah shalat subuh. Namun jika kita mengikuti perilaku Rasulullah saw dan parta sahabatnya apabila telah menunaikan shalat subuh mereka tetap duduk di tempat shalat mereka hingga terbit matahari. Sebagaimana diriwayatkan dalam shahih Muslim hingga Rasulullah saw berdoa kepada Allah:
“ALLAHUMMA BAARIK LI UMMATII FII BUKUURIHAA (Ya Allah, berkahilah umatku di pagi hari mereka)”
Pada pagi hari pula Rasulullah saw biasa mengutus pasukannya ke medan perang. Orang yang tidur di pagi hari tanpa alasan yang jelas adalah orang yang kebanyakan tidur. Menurut Ibnu Qayyim banyak tidur akan mematikan hati dan membuat badan lemah, dan membuang-buang waktu. Di kalangan ulama hukum tidur setelah ashar dibagi dua: ada yang membolehkannya karna asal tidur adalah mubah atau boleh. Tidur setelah ashar ini pun tidak ada dalil yang mengharamkan, namun sebagian ulama memakruhkan karna termasuk perbuatan yang sia-sia dan berbahaya bagi kesehatan akalnya.
Sebagaimana pendapat Imam Ahmad bin Hambal ra, dan begitu pula dengan pendapat Ibnu Qayyim ra, dalam Zaad al-Ma’ad. Tidur siang hari adalah buruk yang bisa menyebabkan malas melemahkan syahwat kecuali pada siang hari pada musim panas dan yang paling buruk adalah tidur di pagi hari dan diujung hari setelah Ashar. Tidur siang berbeda dengan Qailullah atau istirahat sejenak di siang hari yang di sunahkan oleh Rasulullah.
“Qailullah-lah kalian, sesungguhnya setan-setan itu tidak pernah istirahat siang.”
Mengenai waktu qailullah ini, para ulama berbeda pendapat ada qailullah yang dilakukan sebelum shalat dzuhur dan ada juga yang berpendapat selepas shalat dzuhur. Wallahu a’lam.
Lalu bagaimana dengan orang yang tidur pada waktu maghrib atau sebelum isya’? ada sebuah hadits diriwayatkan dari Abu Barzah ra,
“Rasulullah saw membenci tidur sebelum solat isya dan berbual selepasnya.” (HR. Bukhari Muslim)
Mayoritas hadits menyatakan makruhnya tidur selepas maghrib dan sebelum isya’ karena khawatir terlewat untuk menunaikan shalat isya’. Namun diantara para ulama Ibnu Hajar al-Ashqolani ra dalam Fadhlul Barii ada yang memberi keringanan bila ada orang yang membangunkannya untuk sholat isya’. Diriwayatkan dari Abullah bin Amr ia berkata, “Kami telah shalat bersama Rasulullah saw yaitu sholat maghrib. Maka berpulanglah orang yang pulang dan bertafkif-lah orang yang tafif. Lalu datanglah Rasulullah saw dengan cepat-cepat karna dorongan dalam hatinya serta menjinjingkan pakaian sampai ke lututnya. Lalu bersabda: “Aku beri kabar gembira kepada kalian bahwasanya Rabb kalian sungguh telah membuka pintu-pintu langit dari beberapa pintu langit membanggakan kalian kepada malaikat seraya berfirman kepada malaikat ‘Lihatlah kepada para hambaKu mereka telah mengerjakan kewajiban dan mereka menunggu kewajiban lainnya. ‘”
Tidur merupakan waktu yang paling mudah dimasuki oleh setan apalagi saat tidur kita lalai tidak berdzikir kepada Allah hingga setan mudah masuk ke alam mimpi dan mengganggu perasaan. Kondisi ini biasa terjadi terutama jika kita tidur di waktu maghrib di saat setan berkeliaran dan menemukan kekuatannya dari kegelapan karna itu sebelum tidur kapanpun jangan lupa membaca doa dan memohon perlindungan Allah ta’ala dan diusahakan wudhu dulu sehingga setan tak mampu menembus benteng pertahanan kita.
Doa benteng dari setan
Memasuki waktu maghrib itu perbanyaklah doa sebagaimana dzikir pagi dan dzikir petang yang diajarkan oleh Rasulullah. Perbanyaklah istighfar, tahmid, takbir, tahlil dan bershalawatlah kepada baginda Rasulullah. Bacalah doa ini 3 kali:
“BISMILLAHILLADZI LA YADHURRU MA’A ISMIHI SYAI’UN FIL ARDHI WA LAA FISSAMAA WA HUWAS SAMI’UL ‘ALIM…”
(Dengan nama Allah, yang bila disebut, segala sesuatu di bumi dan di langit, tidak akan berbahaya, Dialah Yang Maha Mendengar dan Mengetahui)
Waktu menjelang maghrib adalah waktu istimewa karena pada saat itulah amal kita dibawa oleh maliakat ke langit apalagi saat pada hari jum’at inilah waktu yang istimewa. Waktu mustajab doa kita akan dikabulkan oleh Allah Azza wa Jalla. Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya pada hari jum’at itu terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba berdiri berdoa memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada saat itu, melainkan Dia akan mengabulkannya.” Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya, yang kami pahami, untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat).” (Muttafaq ‘alaih)
Pendapat mahsyur diantara para Ulama yang dimaksud waktu itu adalah sejak duduknya imam diatas mimbar dan sampai berakhirnya shalat. Pendapat lainnya setelah ashar sampai maghrib sebagai mana hadits lain.
“Carilah saat yang sangat diharapkan pada hari Jum’at, yaitu setelah ‘Ashar sampai tenggelamnya matahari.” (HR. At-Tirmidzi)
Selain itu waktu maghrib dan isya termasuk semulia-mulianya waktu. Sangat dianjurkan untuk membaca al-Qur’an dan dzikir kepada Allah antara maghrib dan isya adalah waktu yang pendek sekitar satu jam hingga tenggelamnya mega merah. Ketika shalat maghrib Rasulullah biasa membaca surat-surat pendek seperti diriwayatkan oleh Ibnu Umar,
“Rasulullah membaca Surat al-Kafirun pada rakaat pertama. Dan surat al-Ikhlas pada rakaat kedua selepas shalat beristighfarlah 3 kali kemudian bacalah sesuai yang dianjurkan oleh Rasulullah.
“Barangsiapa sebelum beranjak (dari tempat salat) sementara kakinya masih melipat (seperti tahiyat akhir) dari shalat maghrib dan subuh, mengucapkan “La ilaha illallah wahdahu la syarika lah, lahul mulku, wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli sya’in qadir,” sebanyak sepuluh kali, maka bagi tiap-tiap satu bacaan ditulis untuknya sepuluh kebajikan, dihapus untuknya sepuluh derajat. Bacaan itu juga bakal menjadi tameng terhadap segala hal yang tidak menyenangkan, tameng pula terhadap syetan yang terlaknat.” (HR. Ahmad)
Inilah ajaran Rasulullah saw semoga Allah ta’ala menjaga kita dari makhluknya termasuk pada kejahatan setan pada waktu maghrib.
Read More
Cara Mengetahui Syetan Atau Malaikat Disekitar Kita
Seringkali kita ingin mengetahui apa yang ada di sekitar kita, syetan atau malaikat? Kita bingung bagaimana caranya. Kita sebagai ummat manusia memang dianugerahi mata untuk bisa melihat. Tapi tidak semua bisa kita lihat. Contohnya seperti syetan dan malaikat. Kita memang tidak diberikan kemampuan oleh Allah SWT untuk melihat syaitan ataupun malaikat. Tapi ternyata Allah SWT memberikan keistimewaan tersendiri kepada beberapa hewan, sehingga mereka dapat melihat syetan atau malaikat.
Ada beberapa mitos yang mengatakan bahwa bila kita mendengar suara anjing yang mengonggong di malam hari, maka bertanda ada syetan di sekitar kita. Tapi apakah benar mitos itu nyata? Berikut penjelasannya.
Anjing dan Keledai Dapat Melihat Syetan
Mitos bahwa anjing dapat melihat syetan, ternyata benar. Tapi dalam hal ini, tidak hanya anjing. Keledai pun dapat melihat syetan. Kedua hewan ini memang dapat melihat sesuatu yang tidak dapat kita lihat. Rasulullah SAW bersabda, “Apabila kamu mendengar anjing menggonggong dan mendengar keledai meringkik, mintalah perlindungan kepada Allah SWT. Sesungguhnya mereka melihat apa yang tidak kamu lihat.” (HR. Abu Daud dan Ahmad). Kenapa anjing dan keledai dapat melihat syetan? Karena kedua hewan itu memiliki sistem visual yang berbeda dengan manusia. Pandangan mata manusia terbatas dan tidak dapat melihat apa yang berada di bawah sinar inframerah atau di atas sinar ultraviolet.
Berbeda dengan keledai dan anjing, hewan-hewan itu dapat melihat dengan sinar inframerah. Dan sedangkan syetan itu sendiri berasal dari jin yang diciptakan dari api, yang berarti syetan termasuk ke dalam lingkup inframerah. Dan karena itulah, anjing dan keledai dapat melihat syetan, tetapi tidak bisa melihat malaikat.
Kemudian bagaimanakah dengan ayam yang berkokok di malam hari? Menurut mitos, jika kita mendengar ayam yang berkokok di malam hari, maka tandanya ayam tersebut melihat syetan. Tetapi benarkah ayam dapat melihat syetan?
Ayam Dapat Melihat Malaikat
Seringkali kita mendengar ayam berkokok sekitar pukul 3 pagi. Tapi ternyata ayam tersebut berkokok bukan karena melihat syetan, melainkan melihat malaikat. Rasulullah SAW bersabda, “Bila engkau mendengar suara ayam jantan maka mintalah karunia kepada Allah karena ia melihat malaikat….” (Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim). Rasulullah SAW sebelumnya memang pernah menyatakan bahwa di waktu-waktu utama yaitu di 1/3 malam terakhir, maka Rabb akan turun ke langit dunia. “Rabb kita turun ke langit dunia pada setiap malam. Yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Dia berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka akan Aku berikan, dan siapa yang memohon ampun kepada-ku, maka akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari: 1145 dan Muslim: 758).
Kenapa ayam dapat melihat malaikat? Karena ayam jantan mampu melihat sinar ultraviolet. Sedangkan malaikat diciptakan dari cahaya sinar ultraviolet. Oleh karena itulah malaikat dapat dilihat oleh ayam jantan.
Jika malaikat datang, maka syetan pun akan menghindar. Karena syetan terganggu bila melihat cahaya malaikat. Dengan kata lain jika sinar ultraviolet bertemu dengan sinar inframerah di satu tempat, maka sinar merah akan memudar
Read More
Senin, 15 Desember 2014
Iman kepada Qada dan Qadar
Banyak orang mengenal rukun iman tanpa mengetahui makna dan hikmah
yang terkandung dalam keenam rukun iman tersebut. Salah satunya adalah
iman kepada takdir. Tidak semua orang yang mengenal iman kepada takdir,
mengetahui hikmah dibalik beriman kepada takdir dan bagaimana mengimani
takdir. Berikut sedikit ulasan mengenai iman kepada takdir Allah yang
baik dan yang buruk.
Takdir (qadar) adalah perkara yang telah diketahui dan ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan telah dituliskan oleh al-qalam (pena) dari segala sesuatu yang akan terjadi hingga akhir zaman. (Terj. Al Wajiiz fii ‘Aqidatis Salafish Shalih Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 95)
Allah telah menentukan segala perkara untuk makhluk-Nya sesuai dengan ilmu-Nya yang terdahulu (azali) dan ditentukan oleh hikmah-Nya. Tidak ada sesuatupun yang terjadi melainkan atas kehendak-Nya dan tidak ada sesuatupun yang keluar dari kehendak-Nya. Maka, semua yang terjadi dalam kehidupan seorang hamba adalah berasal dari ilmu, kekuasaan dan kehendak Allah, namun tidak terlepas dari kehendak dan usaha hamba-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
Mengimani takdir baik dan takdir buruk, merupakan salah satu rukun iman dan prinsip ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Tidak akan sempurna keimanan seseorang sehingga dia beriman kepada takdir, yaitu dia mengikrarkan dan meyakini dengan keyakinan yang dalam bahwa segala sesuatu berlaku atas ketentuan (qadha’) dan takdir (qadar) Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Jibril ‘alaihis salam pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai iman, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya di kitab al-Iman wal Islam wal Ihsan (VIII/1, IX/5))
Dan Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma juga pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (IV/2045), Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/452), Ibnu Majah dalam Sunan-nya (I/32), dan al-Hakim dalam al-Mustadrak (I/23))
Tingkatan Takdir
Beriman kepada takdir tidak akan sempurna kecuali dengan empat perkara yang disebut tingkatan takdir atau rukun-rukun takdir. Keempat perkara ini adalah pengantar untuk memahami masalah takdir. Barang siapa yang mengaku beriman kepada takdir, maka dia harus merealisasikan semua rukun-rukunnya, karena yang sebagian akan bertalian dengan sebagian yang lain. Barang siapa yang mengakui semuanya, baik dengan lisan, keyakinan dan amal perbuatan, maka keimanannya kepada takdir telah sempurna. Namun, barang siapa yang mengurangi salah satunya atau lebih, maka keimanannya kepada takdir telah rusak.
Tingkatan Pertama: al-‘Ilmu (Ilmu)
Yaitu, beriman bahwa Allah mengetahui dengan ilmu-Nya yang azali mengenai apa-apa yang telah terjadi, yang akan terjadi, dan apa yang tidak terjadi, baik secara global maupun terperinci, di seluruh penjuru langit dan bumi serta di antara keduanya. Allah Maha Mengetahui semua yang diperbuat makhluk-Nya sebelum mereka diciptakan, mengetahui rizki, ajal, amal, gerak, dan diam mereka, serta mengetahui siapa di antara mereka yang sengsara dan bahagia.
Allah Ta’ala telah berfirman,
Tingkatan Kedua: al-Kitaabah (Penulisan)
Yaitu, mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menuliskan apa yang telah diketahui-Nya berupa ketentuan-ketentuan seluruh makhluk hidup di dalam al-Lauhul Mahfuzh. Suatu kitab yang tidak meninggalkan sedikit pun di dalamnya, semua yang terjadi, apa yang akan terjadi, dan segala yang telah terjadi hingga hari Kiamat, ditulis di sisi Allah Ta’ala dalam Ummul Kitab.
Allah Ta’ala berfirman,
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya, kitab al-Qadar (no. 2653), dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, diriwayatkan pula oleh Tirmidzi (no. 2156), Imam Ahmad (II/169), Abu Dawud ath-Thayalisi (no. 557))
Dalam sabdanya yang lain,
Oleh karena itu, apa yang telah ditakdirkan menimpa manusia tidak akan meleset darinya, dan apa yang ditakdirkan tidak akan mengenainya, maka tidak akan mengenainya, sekalipun seluruh manusia dan golongan jin mencoba mencelakainya.
Tingkatan Ketiga: al-Iraadah dan Al Masyii-ah (Keinginan dan Kehendak)
Yaitu, bahwa segala sesuatu yang terjadi di langit dan di bumi adalah sesuai dengan keinginan dan kehendak (iraadah dan masyii-ah) Allah yang berputar di antara rahmat dan hikmah. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan rahmat-Nya, dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dengan hikmah-Nya. Dia tidak boleh ditanya mengenai apa yang diperbuat-Nya karena kesempurnaan hikmah dan kekuasaan-Nya, tetapi kita, sebagai makhluk-Nya yang akan ditanya tentang apa yang terjadi pada kita, sesuai dengan firman-Nya,
Kehendak Allah itu pasti terlaksana, juga kekuasaan-Nya sempurna meliputi segala sesuatu. Apa yang Allah kehendaki pasti akan terjadi, meskipun manusia berupaya untuk menghindarinya, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya, maka tidak akan terjadi, meskipun seluruh makhluk berupaya untuk mewujudkannya
.
Allah Ta’ala berfirman,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (no. 2654). Lihat juga Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah (no. 1689))
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Para Imam Salaf dari kalangan umat Islam telah ijma’ (sepakat) bahwa wajib beriman kepada qadha’ dan qadar Allah yang baik maupun yang buruk, yang manis maupun yang pahit, yang sedikit maupun yang banyak. Tidak ada sesuatu pun terjadi kecuali atas kehendak Allah dan tidak terwujud segala kebaikan dan keburukan kecuali atas kehendak-Nya. Dia menciptakan siapa saja dalam keadaan sejahtera (baca: menjadi penghuni surga) dan ini merupakan anugrah yang Allah berikan kepadanya dan menjadikan siapa saja yang Dia kehendaki dalam keadaan sengsara (baca: menjadi penghuni neraka). Ini merupakan keadilan dari-Nya serta hak absolut-Nya dan ini merupakan ilmu yang disembunyikan-Nya dari seluruh makhluk-Nya.” (al-Iqtishaad fil I’tiqaad, hal. 15)
Tingkatan Keempat: al-Khalq (Penciptaan)
Yaitu, bahwa Allah adalah Pencipta (Khaliq) segala sesuatu yang tidak ada pencipta selain-Nya, dan tidak ada rabb selain-Nya, dan segala sesuatu selain Allah adalah makhluk. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
Meskipun Allah telah menentukan takdir atas seluruh hamba-Nya, bukan berarti bahwa hamba-Nya dibolehkan untuk meninggalkan usaha. Karena Allah telah memberikan qudrah (kemampuan) dan masyii-ah (keinginan) kepada hamba-hamba-Nya untuk mengusahakan takdirnya. Allah juga memberikan akal kepada manusia, sebagai tanda kesempurnaan manusia dibandingkan dengan makhluk-Nya yang lain, agar manusia dapat membedakan antara kebaikan dan keburukan. Allah tidak menghisab hamba-Nya kecuali terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukannya dengan kehendak dan usahanya sendiri. Manusialah yang benar-benar melakukan suatu amal perbuatan, yang baik dan yang buruk tanpa paksaan, sedangkan Allah-lah yang menciptakan perbuatan tersebut. Hal ini berdasarkan firman-Nya,
Dan Allah Ta’ala juga berfirman, yang artinya,
Hikmah Beriman Kepada Takdir
Beriman kepada takdir akan mengantarkan kita kepada sebuah hikmah penciptaan yang mendalam, yaitu bahwasanya segala sesuatu telah ditentukan. Sesuatu tidak akan menimpa kita kecuali telah Allah tentukan kejadiannya, demikian pula sebaliknya. Apabila kita telah faham dengan hikmah penciptaan ini, maka kita akan mengetahui dengan keyakinan yang dalam bahwa segala sesuatu yang datang dalam kehidupan kita tidak lain merupakan ketentuan Allah atas diri kita. Sehingga ketika musibah datang menerpa perjalanan hidup kita, kita akan lebih bijak dalam memandang dan menyikapinya. Demikian pula ketika kita mendapat giliran memperoleh kebahagiaan, kita tidak akan lupa untuk mensyukuri nikmat Allah yang tiada henti.
Manusia memiliki keinginan dan kehendak, tetapi keinginan dan kehendaknya mengikuti keinginan dan kehendak Rabbnya. Golongan Ahlus Sunnah menetapkan dan meyakini bahwa segala yang telah ditentukan, ditetapkan dan diperbuat oleh Allah memiliki hikmah dan segala usaha yang dilakukan manusia akan membawa hasil atas kehendak Allah.
Ingatlah saudariku, tidak setiap hal akan berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan, maka hendaklah kita menyerahkan semuanya dan beriman kepada apa yang telah Allah tentukan. Jangan sampai hati kita menjadi goncang karena sedikit ‘sentilan’, sehingga muncullah bisikan-bisikan dan pikiran-pikiran yang akan mengurangi nikmat iman kita. Dengarlah sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam,
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (no. 2664))
Tidak ada seorang pun yang dapat bertindak untuk merubah apa yang telah Allah tetapkan untuknya. Maka tidak ada seorang pun juga yang dapat mengurangi sesuatu dari ketentuan-Nya, juga tidak bisa menambahnya, untuk selamanya. Ini adalah perkara yang telah ditetapkan-Nya dan telah selesai penentuannya. Pena telah terangkat dan lembaran telah kering.
Berdalih dengan takdir diperbolehkan ketika mendapati musibah dan cobaan, namun jangan sekali-kali berdalih dengan takdir dalam hal perbuatan dosa dan kesalahan. Setiap manusia tidak boleh memasrahkan diri kepada takdir tanpa melakukan usaha apa pun, karena hal ini akan menyelisihi sunnatullah. Oleh karena itu berusahalah semampunya, kemudian bertawakkallah.
Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
Dan jika kita mendapatkan musibah atau cobaan, janganlah berputus asa dari rahmat Allah dan janganlah bersungut-sungut, tetapi bersabarlah. Karena sabar adalah perisai seorang mukmin yang dia bersaudara kandung dengan kemenangan. Ingatlah bahwa musibah atau cobaan yang menimpa kita hanyalah musibah kecil, karena musibah dan cobaan terbesar adalah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana disebutkan dalam sabdanya,
(Shahih li ghairih, riwayat Ibnu Sa’ad dalam Ath-Thabaqat (II/375), Ad-Darimi (I/40))
Apabila hati kita telah yakin dengan setiap ketentuan Allah, maka segala urusan akan menjadi lebih ringan, dan tidak akan ada kegundahan maupun kegelisahan yang muncul dalam diri kita, sehingga kita akan lebih semangat lagi dalam melakukan segala urusan tanpa merasa khawatir mengenai apa yang akan terjadi kemudian. Karena kita akan menggenggam tawakkal sebagai perbekalan ketika menjalani urusan dan kita akan menghunus kesabaran kala ujian datang menghadang.
Wallahu Ta’ala a’lam wal musta’an.
Penulis: Ummu Sufyan Rahmawaty Woly
Muraja’ah: Ust. Aris Munandar
Maraji':
Al-Iqtishaad fil I’tiqaad, karya Imam Ibnu Qudamah, cetakan Maktabah Al-‘Uluum wal Hikam.
Al-Wajiz fii ‘Aqidatis Salafish Shalih Ahlis Sunnah wal Jama’ah (Edisi Indonesia: Panduan ‘Aqidah Lengkap), karya Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdul Hamid Al-Atsari, cetakan Pustaka Ibnu Katsir.
‘Aqidatus Salaf Ash-habul Hadiits (Edisi Indonesia: ‘Aqidah Salaf Ash-habul Hadits), karya Syaikh Abu Isma’il Ash-Shabuni, cetakan Pustaka At-Tibyan.
‘Aqidah Salaf Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karya Abdul Hakim bin Amir Abdat, cetakan Maktabah Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
At-Ta’liqat Al-Mukhtasharah ‘Ala Matni Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah (Edisi Indonesia: Penjelasan Ringkas Matan Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah), karya Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, cetakan Pustaka Sahifa.
At-Tawakkul ‘alallaahi Ta’aalaa (Edisi Indonesia: Hidup Tentram dengan Tawakkal), karya Dr. ‘Abdullah bin ‘Umar Ad-Duwaiji, cetakan Pustaka Ibnu Katsir.
Fathul Baari Syarah Shahih Bukhari, karya Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, cetakan Darul Hadits.
Fathul Majid Syarah Kitaabut Tauhid (Edisi Indonesia: Fathul Majid), karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, cetakan Pustaka Sahifa.
Meniru Sabarnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (Edisi Terjemah), karya Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali, cetakan Pustaka Darul Ilmi.
Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas, cetakan Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Syarah Lum’atul I’tiqad (Edisi Indonesia: Wahai Saudaraku, Inilah ‘Aqidahmu), karya Syaikh Muhammad bin Utsaimin, cetakan Pustaka Ibnu Katsir.
Syarah Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah, karya Imam Al-Hafizh Al-Laalikai, cetakan Darul Hadits.
Ushulus Sunnah (Edisi Indonesia: ‘Aqidah Shahih Penyebab Selamatnya Seorang Muslim), karya Al-Hafizh Abu Bakar Al-Humaidi, cetakan Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Ushulus Sunnah (Edisi Indonesia: Ushulus Sunnah), karya Imam Ahmad bin Hambal, cetakan Pustaka Darul Ilmi.
***
Sumber muslimah.or.id
Read More
Takdir (qadar) adalah perkara yang telah diketahui dan ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan telah dituliskan oleh al-qalam (pena) dari segala sesuatu yang akan terjadi hingga akhir zaman. (Terj. Al Wajiiz fii ‘Aqidatis Salafish Shalih Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 95)
Allah telah menentukan segala perkara untuk makhluk-Nya sesuai dengan ilmu-Nya yang terdahulu (azali) dan ditentukan oleh hikmah-Nya. Tidak ada sesuatupun yang terjadi melainkan atas kehendak-Nya dan tidak ada sesuatupun yang keluar dari kehendak-Nya. Maka, semua yang terjadi dalam kehidupan seorang hamba adalah berasal dari ilmu, kekuasaan dan kehendak Allah, namun tidak terlepas dari kehendak dan usaha hamba-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
إنا كل شىء خلقنه بقدر
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Qs. Al-Qamar: 49)
وخلق كـل شىء فقدره, تقديرا
“Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (Qs. Al-Furqan: 2)
وإن من شىء إلا عنده بمقدار
“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah
khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran
tertentu.” (Qs. Al-Hijr: 21)Mengimani takdir baik dan takdir buruk, merupakan salah satu rukun iman dan prinsip ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Tidak akan sempurna keimanan seseorang sehingga dia beriman kepada takdir, yaitu dia mengikrarkan dan meyakini dengan keyakinan yang dalam bahwa segala sesuatu berlaku atas ketentuan (qadha’) dan takdir (qadar) Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يؤمن عبد حتى يؤمن بالقدر خبره وشره حتى بعلم أن ما أصابه لم يكن ليخطئه وأن ما أخطأه لم يكن ليصيبه
“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga dia beriman
kepada qadar baik dan buruknya dari Allah, dan hingga yakin bahwa apa
yang menimpanya tidak akan luput darinya, serta apa yang luput darinya
tidak akan menimpanya.” (Shahih, riwayat Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/451) dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu,
dan diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (no. 6985) dari
‘Abdullah bin ‘Amr. Syaikh Ahmad Syakir berkata: ‘Sanad hadits ini
shahih.’ Lihat juga Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah (no. 2439), karya
Syaikh Albani rahimahullah)Jibril ‘alaihis salam pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai iman, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
الإيمان أن تؤ من با لله وملا ئكته وكتبه ورسله واليوم الا خر وتؤ من بالقدرخيره وشره
“Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya,
Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir serta qadha’ dan qadar,
yang baik maupun yang buruk.”(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya di kitab al-Iman wal Islam wal Ihsan (VIII/1, IX/5))
Dan Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma juga pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كل شيء بقدر حتى العجز والكيسز
“Segala sesuatu telah ditakdirkan, sampai-sampai kelemahan dan kepintaran.”(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (IV/2045), Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/452), Ibnu Majah dalam Sunan-nya (I/32), dan al-Hakim dalam al-Mustadrak (I/23))
Tingkatan Takdir
Beriman kepada takdir tidak akan sempurna kecuali dengan empat perkara yang disebut tingkatan takdir atau rukun-rukun takdir. Keempat perkara ini adalah pengantar untuk memahami masalah takdir. Barang siapa yang mengaku beriman kepada takdir, maka dia harus merealisasikan semua rukun-rukunnya, karena yang sebagian akan bertalian dengan sebagian yang lain. Barang siapa yang mengakui semuanya, baik dengan lisan, keyakinan dan amal perbuatan, maka keimanannya kepada takdir telah sempurna. Namun, barang siapa yang mengurangi salah satunya atau lebih, maka keimanannya kepada takdir telah rusak.
Tingkatan Pertama: al-‘Ilmu (Ilmu)
Yaitu, beriman bahwa Allah mengetahui dengan ilmu-Nya yang azali mengenai apa-apa yang telah terjadi, yang akan terjadi, dan apa yang tidak terjadi, baik secara global maupun terperinci, di seluruh penjuru langit dan bumi serta di antara keduanya. Allah Maha Mengetahui semua yang diperbuat makhluk-Nya sebelum mereka diciptakan, mengetahui rizki, ajal, amal, gerak, dan diam mereka, serta mengetahui siapa di antara mereka yang sengsara dan bahagia.
Allah Ta’ala telah berfirman,
ألم تعلم أن الله يعلم ما فى السـماء والأرض ۗإن ذلك فى كتـب ۚإن ذلك على الله يسر
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui
apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu
terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian
itu amat mudah bagi Allah.” (Qs. Al-Hajj: 70)
وعنده, مفاتح الغيب لا يعلمها إلا هو ۚ ويعلم ما فى البر
والبحر ۚوما تسقـط من ورقة إلا يعلمها ولا حبة فى ظلمت الأرض ولا رطب ولا
يا بس إلا فى كتب مبين
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua perkara yang ghaib,
tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia Maha
Mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tidak ada sehelai
daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh
sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak juga sesuatu yang basah
atau yang kering, melainkan telah tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh).” (Qs. Al-An’aam: 59)
إن الله بكل شيء عليم
“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu.” (Qs. At-Taubah: 115)Tingkatan Kedua: al-Kitaabah (Penulisan)
Yaitu, mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menuliskan apa yang telah diketahui-Nya berupa ketentuan-ketentuan seluruh makhluk hidup di dalam al-Lauhul Mahfuzh. Suatu kitab yang tidak meninggalkan sedikit pun di dalamnya, semua yang terjadi, apa yang akan terjadi, dan segala yang telah terjadi hingga hari Kiamat, ditulis di sisi Allah Ta’ala dalam Ummul Kitab.
Allah Ta’ala berfirman,
و كل شيء أحصينه فى إمام مبـين
“Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Qs. Yaasiin: 12)
ما أصاب من مصيبة فى الأرض ولا فى أنفسكم إلا فى كـتب من قبل أن نبرأهاۚۚإن ذلك على الله يسر
“Tidak ada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak
pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh
Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.” (Qs. Al-Hadiid: 22)Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كتب الله مقادير الخلا ئق قبل أن يخلق السماوات زالأرض بخمسبن ألف سنة
“Allah telah menulis seluruh takdir seluruh makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.”(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya, kitab al-Qadar (no. 2653), dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, diriwayatkan pula oleh Tirmidzi (no. 2156), Imam Ahmad (II/169), Abu Dawud ath-Thayalisi (no. 557))
Dalam sabdanya yang lain,
إن أول ما حلق الله القلم, قل له: أكتب! قل: رب وماذا أكتب؟ قل: أكتب مقادير كل شيء حتى تقوم الساعة
“Yang pertama kali Allah ciptakan adalah al-qalam (pena), lalu Allah
berfirman, ‘Tulislah!’ Ia bertanya, ‘Wahai Rabb-ku apa yang harus aku
tulis?’ Allah berfirman, ‘Tulislah takdir segala sesuatu sampai
terjadinya Kiamat.'”(Shahih, riwayat Abu Dawud (no. 4700), dalam Shahiih
Abu Dawud (no. 3933), Tirmidzi (no. 2155, 3319), Ibnu Abi ‘Ashim dalam
as-Sunnah (no. 102), al-Ajurry dalam asy-Syari’ah (no.180), Ahmad
(V/317), dari Shahabat ‘Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu)Oleh karena itu, apa yang telah ditakdirkan menimpa manusia tidak akan meleset darinya, dan apa yang ditakdirkan tidak akan mengenainya, maka tidak akan mengenainya, sekalipun seluruh manusia dan golongan jin mencoba mencelakainya.
Tingkatan Ketiga: al-Iraadah dan Al Masyii-ah (Keinginan dan Kehendak)
Yaitu, bahwa segala sesuatu yang terjadi di langit dan di bumi adalah sesuai dengan keinginan dan kehendak (iraadah dan masyii-ah) Allah yang berputar di antara rahmat dan hikmah. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan rahmat-Nya, dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dengan hikmah-Nya. Dia tidak boleh ditanya mengenai apa yang diperbuat-Nya karena kesempurnaan hikmah dan kekuasaan-Nya, tetapi kita, sebagai makhluk-Nya yang akan ditanya tentang apa yang terjadi pada kita, sesuai dengan firman-Nya,
لايسئل عما يفعل وهم يسئلون
“Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai.” (Qs. Al-Anbiyaa': 23)Kehendak Allah itu pasti terlaksana, juga kekuasaan-Nya sempurna meliputi segala sesuatu. Apa yang Allah kehendaki pasti akan terjadi, meskipun manusia berupaya untuk menghindarinya, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya, maka tidak akan terjadi, meskipun seluruh makhluk berupaya untuk mewujudkannya
.
Allah Ta’ala berfirman,
فمن يردالله أن يهديه يشرح صدره للإسلام ۚومن يرد أن يضله يجعل صدره ضيقاحرجا
“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya
petunjuk, niscaya Dia akan melapangkan dadanya untuk (memeluk agama)
Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya
Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit.” (Qs. Al-An’aam: 125)
وَمَا تَشَاؤُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Dan kamu tidak dapat menhendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam.” (Qs. At-Takwir: 29)Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إن قلوب بني أدم كلها بين إصبعـين من أصا بع الرحمن, كـقلب وا حد, يصرفه حيث يشاء
“Sesungguhnya hati-hati manusia seluruhnya di antara dua jari
dari jari jemari Ar-Rahmaan seperti satu hati; Dia memalingkannya kemana
saja yang dikehendaki-Nya.”(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (no. 2654). Lihat juga Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah (no. 1689))
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Para Imam Salaf dari kalangan umat Islam telah ijma’ (sepakat) bahwa wajib beriman kepada qadha’ dan qadar Allah yang baik maupun yang buruk, yang manis maupun yang pahit, yang sedikit maupun yang banyak. Tidak ada sesuatu pun terjadi kecuali atas kehendak Allah dan tidak terwujud segala kebaikan dan keburukan kecuali atas kehendak-Nya. Dia menciptakan siapa saja dalam keadaan sejahtera (baca: menjadi penghuni surga) dan ini merupakan anugrah yang Allah berikan kepadanya dan menjadikan siapa saja yang Dia kehendaki dalam keadaan sengsara (baca: menjadi penghuni neraka). Ini merupakan keadilan dari-Nya serta hak absolut-Nya dan ini merupakan ilmu yang disembunyikan-Nya dari seluruh makhluk-Nya.” (al-Iqtishaad fil I’tiqaad, hal. 15)
Tingkatan Keempat: al-Khalq (Penciptaan)
Yaitu, bahwa Allah adalah Pencipta (Khaliq) segala sesuatu yang tidak ada pencipta selain-Nya, dan tidak ada rabb selain-Nya, dan segala sesuatu selain Allah adalah makhluk. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
الله خـلق كل شىء ۖوهو على كل شىء وكيل
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (Qs. Az-Zumar: 62)Meskipun Allah telah menentukan takdir atas seluruh hamba-Nya, bukan berarti bahwa hamba-Nya dibolehkan untuk meninggalkan usaha. Karena Allah telah memberikan qudrah (kemampuan) dan masyii-ah (keinginan) kepada hamba-hamba-Nya untuk mengusahakan takdirnya. Allah juga memberikan akal kepada manusia, sebagai tanda kesempurnaan manusia dibandingkan dengan makhluk-Nya yang lain, agar manusia dapat membedakan antara kebaikan dan keburukan. Allah tidak menghisab hamba-Nya kecuali terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukannya dengan kehendak dan usahanya sendiri. Manusialah yang benar-benar melakukan suatu amal perbuatan, yang baik dan yang buruk tanpa paksaan, sedangkan Allah-lah yang menciptakan perbuatan tersebut. Hal ini berdasarkan firman-Nya,
والله حلقكم وما تعملون
“Padahal Allah-lah yang menciptakanmu dan apa yang kamu perbuat itu.” (Qs. Ash-Shaaffaat: 96)Dan Allah Ta’ala juga berfirman, yang artinya,
لا يكلف الله نفسا إلا وسعها
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya.” (Qs. Al-Baqarah: 286)Hikmah Beriman Kepada Takdir
Beriman kepada takdir akan mengantarkan kita kepada sebuah hikmah penciptaan yang mendalam, yaitu bahwasanya segala sesuatu telah ditentukan. Sesuatu tidak akan menimpa kita kecuali telah Allah tentukan kejadiannya, demikian pula sebaliknya. Apabila kita telah faham dengan hikmah penciptaan ini, maka kita akan mengetahui dengan keyakinan yang dalam bahwa segala sesuatu yang datang dalam kehidupan kita tidak lain merupakan ketentuan Allah atas diri kita. Sehingga ketika musibah datang menerpa perjalanan hidup kita, kita akan lebih bijak dalam memandang dan menyikapinya. Demikian pula ketika kita mendapat giliran memperoleh kebahagiaan, kita tidak akan lupa untuk mensyukuri nikmat Allah yang tiada henti.
Manusia memiliki keinginan dan kehendak, tetapi keinginan dan kehendaknya mengikuti keinginan dan kehendak Rabbnya. Golongan Ahlus Sunnah menetapkan dan meyakini bahwa segala yang telah ditentukan, ditetapkan dan diperbuat oleh Allah memiliki hikmah dan segala usaha yang dilakukan manusia akan membawa hasil atas kehendak Allah.
Ingatlah saudariku, tidak setiap hal akan berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan, maka hendaklah kita menyerahkan semuanya dan beriman kepada apa yang telah Allah tentukan. Jangan sampai hati kita menjadi goncang karena sedikit ‘sentilan’, sehingga muncullah bisikan-bisikan dan pikiran-pikiran yang akan mengurangi nikmat iman kita. Dengarlah sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إحرص على ما ينفعك, واستعن بالله ولا تعجز, فإن أصا بك شيء
فلا تقل: لو أني فعلت كذا وكذا لكن كذا وكذا, ولكن قل: قدر الله وما شاء
فعل, فإن (لو) تفتح عمل الشيطان
“Berusahalah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu, dan
mintalah pertolongan Allah dan janganlah sampai kamu lemah (semangat). Jika sesuatu menimpamu, janganlah engkau berkata ‘seandainya aku melakukan ini dan itu, niscaya akan begini dan begitu.’ Akan tetapi katakanlah ‘Qodarullah wa maa-syaa-a fa’ala
(Allah telah mentakdirkan segalanya dan apa yang dikehendaki-Nya pasti
dilakukan-Nya).’ Karena sesungguhnya (kata) ‘seandainya’ itu akan
mengawali perbuatan syaithan.”(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (no. 2664))
Tidak ada seorang pun yang dapat bertindak untuk merubah apa yang telah Allah tetapkan untuknya. Maka tidak ada seorang pun juga yang dapat mengurangi sesuatu dari ketentuan-Nya, juga tidak bisa menambahnya, untuk selamanya. Ini adalah perkara yang telah ditetapkan-Nya dan telah selesai penentuannya. Pena telah terangkat dan lembaran telah kering.
Berdalih dengan takdir diperbolehkan ketika mendapati musibah dan cobaan, namun jangan sekali-kali berdalih dengan takdir dalam hal perbuatan dosa dan kesalahan. Setiap manusia tidak boleh memasrahkan diri kepada takdir tanpa melakukan usaha apa pun, karena hal ini akan menyelisihi sunnatullah. Oleh karena itu berusahalah semampunya, kemudian bertawakkallah.
Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
وتوكل على الله ۚ إنه هو السميع العليم
“Dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Anfaal: 61)
ومن يتو كل على الله فهو حسبه
“Barang siapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi (keperluan)nya.” (Qs. Ath-Thalaq: 3)Dan jika kita mendapatkan musibah atau cobaan, janganlah berputus asa dari rahmat Allah dan janganlah bersungut-sungut, tetapi bersabarlah. Karena sabar adalah perisai seorang mukmin yang dia bersaudara kandung dengan kemenangan. Ingatlah bahwa musibah atau cobaan yang menimpa kita hanyalah musibah kecil, karena musibah dan cobaan terbesar adalah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana disebutkan dalam sabdanya,
إذا أصاب أحدكم مصيبة فليذكر مصيبة بى, فإنها من أعظم المصائب
“Jika salah seorang diantara kalian tertimpa musibah, maka
ingatlah musibah yang menimpaku, sungguh ia merupakan musibah yang
paling besar.”(Shahih li ghairih, riwayat Ibnu Sa’ad dalam Ath-Thabaqat (II/375), Ad-Darimi (I/40))
Apabila hati kita telah yakin dengan setiap ketentuan Allah, maka segala urusan akan menjadi lebih ringan, dan tidak akan ada kegundahan maupun kegelisahan yang muncul dalam diri kita, sehingga kita akan lebih semangat lagi dalam melakukan segala urusan tanpa merasa khawatir mengenai apa yang akan terjadi kemudian. Karena kita akan menggenggam tawakkal sebagai perbekalan ketika menjalani urusan dan kita akan menghunus kesabaran kala ujian datang menghadang.
Wallahu Ta’ala a’lam wal musta’an.
Penulis: Ummu Sufyan Rahmawaty Woly
Muraja’ah: Ust. Aris Munandar
Maraji':
Al-Iqtishaad fil I’tiqaad, karya Imam Ibnu Qudamah, cetakan Maktabah Al-‘Uluum wal Hikam.
Al-Wajiz fii ‘Aqidatis Salafish Shalih Ahlis Sunnah wal Jama’ah (Edisi Indonesia: Panduan ‘Aqidah Lengkap), karya Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdul Hamid Al-Atsari, cetakan Pustaka Ibnu Katsir.
‘Aqidatus Salaf Ash-habul Hadiits (Edisi Indonesia: ‘Aqidah Salaf Ash-habul Hadits), karya Syaikh Abu Isma’il Ash-Shabuni, cetakan Pustaka At-Tibyan.
‘Aqidah Salaf Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karya Abdul Hakim bin Amir Abdat, cetakan Maktabah Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
At-Ta’liqat Al-Mukhtasharah ‘Ala Matni Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah (Edisi Indonesia: Penjelasan Ringkas Matan Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah), karya Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, cetakan Pustaka Sahifa.
At-Tawakkul ‘alallaahi Ta’aalaa (Edisi Indonesia: Hidup Tentram dengan Tawakkal), karya Dr. ‘Abdullah bin ‘Umar Ad-Duwaiji, cetakan Pustaka Ibnu Katsir.
Fathul Baari Syarah Shahih Bukhari, karya Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, cetakan Darul Hadits.
Fathul Majid Syarah Kitaabut Tauhid (Edisi Indonesia: Fathul Majid), karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, cetakan Pustaka Sahifa.
Meniru Sabarnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (Edisi Terjemah), karya Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali, cetakan Pustaka Darul Ilmi.
Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas, cetakan Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Syarah Lum’atul I’tiqad (Edisi Indonesia: Wahai Saudaraku, Inilah ‘Aqidahmu), karya Syaikh Muhammad bin Utsaimin, cetakan Pustaka Ibnu Katsir.
Syarah Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah, karya Imam Al-Hafizh Al-Laalikai, cetakan Darul Hadits.
Ushulus Sunnah (Edisi Indonesia: ‘Aqidah Shahih Penyebab Selamatnya Seorang Muslim), karya Al-Hafizh Abu Bakar Al-Humaidi, cetakan Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Ushulus Sunnah (Edisi Indonesia: Ushulus Sunnah), karya Imam Ahmad bin Hambal, cetakan Pustaka Darul Ilmi.
***
Sumber muslimah.or.id
Iman Kepada Hari Akhir
Disebut hari akhir karena pada hari itu tidak ada hari lagi setelahnya, saat itu merupakan tahapan yang terakhir[2]. Keimanan yang benar terhadap hari akhir mancakup tiga hal pokok yaitu mengimani adanya hari kebangkitan, mengimani adanya hisaab (perhitungan) dan jazaa’ (balasan), serta mengimani tentang surga dan neraka. Termasuk juga keimanan kepada hari akhir adalah mengimani segala peristiwa yang akan terjadi setelah kematian seperti fitnah kubur, adzab kubur, dan nikmat kubur.
Mengimani Adanya Hari Kebangkitan
Hari kebangkitan adalah hari dihidupkannya kembali orang yang sudah mati ketika ditiupkannya sangkakala yang kedua. Kemudian manusia akan berdiri menghadap Rabb semesta alam dalam keadaan telanjang tanpa alas kaki, telanjang tanpa pakaian, dan dalam keadaan tidak disunat. Allah Ta’ala berfirman,يَوْمَ نَطْوِي السَّمَآءَ كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِ كَمَا بَدَأْنَآ أَوَّلَ خَلْقٍ نُّعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَآ إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ {104}
“Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran – lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.” (QS. Al Anbiyaa’:104)Hari kebangkitan merupakan kebenaran yang sudah pasti. Ditetapkan oleh Al Quran, As Sunnah dan Ijmaa’ (konsensus) kaum muslimin. Allah Ta’ala berfirman,
ثُمَّ إِنَّكُم بَعْدَ ذَلِكَ لَمَيِّتُونَ {15} ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تُبْعَثُونَ {16}
“Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati(15). Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.(16)” (QS. Al Mukminun:15-16)Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salaam bersabda :
يحشر الناس يوم القيامة حفاة عراة غرلا
“Pada hari kiamat, seluruh manusia akan dikumpulkan dalam keadaan tanpa alas kaki, telanjang, dan tidak disunat”[3]Kaum muslimin juga telah sepakat mengenai kepastian adanya hari kebangkitan ini. [4]
Mengimani Adanya Hari Perhitungan dan Pembalasan
Termasuk perkara yang harus diimani berkenaan dengan hari akhir adalah mengimani adanya hari perhitungan dan pembalasan. Seluruh amal perbuatan setiap hamba akan dihisab dan diberi balasan. Hal ini juga telah ditetapkan oleh Al Quran, As Sunnah dan ijmaa’ kaum muslimin.Allah Ta’ala berifrman,
إِنَّ إِلَيْنَآ إِيَّابَهُمْ {25} ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُم {26}
“Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka(25). kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.” (QS. Al Ghasiyah:25-26)وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلاَ تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِن كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَاحَاسِبِينَ {47}
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (QS. Al Anbiyaa’:47)Telah shahih dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salaam, beliau bersabda,
ومن هم بحسنة فلم يعملها كتبت له حسنة فإن عملها كتبت له عشرا ومن هم بسيئة فلم يعملها لم تكتب شيئا فإن عملها كتبت سيئة واحدة
“Barangsiapa yang berniat melakukam suatu kebaikan, lalu mengerjakannya, maka Allah telah menulisnya sepuluh hingga tujuh ratus kebaikan, bahkan sampai kelipatan yang lebih banyak lagi. Sedangkan barangsiapa yang berniat melakukan keburukan, lalu mengerjakannya, maka Allah hanya akan menulisnya satu keburukan saja“ [5].Kaum muslimin juga telah bersepakat tentang adanya hari perhitungan dan pembalasan. Dan ini sesuai dengan tuntutan hikmah Allah Ta’ala.[6]
Mengimani Adanya Surga dan Neraka
Hal lain yang harus diimani seorang muslim adalah tentang surga dan neraka. Keduanya merupakan tempat kembali yang abadi bagi makhluk. Surga adalah kampung kenikmatan yang dipersiapkan oleh Allah Ta’ala bagi orang-orang yang beriman. Sedangkan neraka adalah hunian yang penuh dengan adzab yang dipersiapkan oleh Allah Ta’ala untuk orang-orang kafir. Allah Ta’ala berfirman :إِنَّ اْلأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ {13} وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٍ {14}
“Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam syurga yang penuh keni’matan. dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka” (Al Infithaar:13-14)Berkaitan dengan surga dan neraka, ada beberapa hal penting yang merupakan keyakinan ahlus sunnah yang membedakannya dengan ahlul bid’ah :
Pertama: Surga dan Neraka Benar Adanya
Keberadaan surga dan nereka adalah haq (benar adanya). Tidak ada keraguan di dalamnya. Neraka disediakan bagi musuh-musuh Allah, sedangkan surga dijanjikan bagi wali-wali Allah. Penyebutan tentang surga dan neraka dalam Al Quran dan As Sunnah sangatlah banyak. Terkadang disebutkan tentang kondisi penduduk surga dan neraka. Terkadang disebutkan tentang janji kenikmatan surga dan adzab di neraka. Terkadang disebutkan dorongan agar bersemangat meraih surga dan ancaman dari neraka. Demikian pula As Sunnah banyak menyebutkan tentang surga dan neraka. Itu semua menunjukkan bahwa keberadaan surga dan neraka adalah benar adanya. [7]Kedua: Surga dan Neraka Sekarang Sudah Ada
Ahlus sunnah telah sepakat bahwa keduanya merupakan makhluk Allah yang telah ada sekarang. Hal ini bertentangan dengan keyakinan mu’tazilah dan qodariyah yang lebih mengedepankan akal mereka. Adapun dalilnya adalah firman Allah,وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ { 133}
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang telah disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (QS. Ali Imran:133)Tentang neraka Allah berfirman,
وَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ {131}
“Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang telah disediakan untuk orang-orang yang kafir” (QS. Ali Imran:131)Diriwayatkan juga bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat Sidratul Muntaha, kemudian melihat dan masuk ke dalam surga. Hal ini terjadi ketika beliau Isra’ Mi’raj.[8]
Ketiga: Penciptaan Surga dan Neraka Sebelum Penciptaan Makhluk
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,وَيَائَادَمُ اسْكُنْ أَنتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ فَكُلاَ مِنْ حَيْثُ شِئْتُمَا وَلاَتَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ {19}
“(Dan Allah berfirman): “Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan isterimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim.”” (QS. Al A’raf: 19)Surga ada setelah ditiupkannya ruh pada diri Adam. Hal ini menunjukkan surga sudah ada sebelum penciptaan Adam. [9].
Keempat: Surga dan Neraka Sudah Ditentukan Siapakah Yang Akan Menjadi Penghuninya
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَاْلإِنسِ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia … ”(QS. Al A’raf: 179)Dari ‘Aisyah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
إن الله خلق للجنة أهلا خلقهم لها وهم في أصلاب آبائهم وخلق للنار أهلا خلقهم لها وهم في أصلاب آبائهم
“… Sesungguhnya Allah telah menciptakan para penghuni untuk jannah. Allah telah menentukan mereka sebagai penghuninya, sedangkan mereka masih dalam tulang sulbi bapak-bapak mereka. Allah juga telah menciptakan para penghuni bagi neraka. Allah telah menentukan mereka sebagai penghuninya, padahal mereka masih dalam tulang sulbi bapak-bapak mereka” [10].[11]Kelima: Surga dan Neraka Kekal Abadi
Allah Ta’ala berfirman,وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَادَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ إِلاَّ مَاشَآءَ رَبُّكَ عَطَآءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ {108}
“Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” (Huud:108)Rasulullah shalallhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ينادي مناد إن لكم أن تصحوا فلا تسقموا أبدا وإن لكم أن تحيوا فلا تموتوا أبدا وإن لكم أن تشبوا فلا تهرموا أبدا وإن لكم أن تنعموا فلا تبأسوا أبدا فذلك قوله عز وجل { ونودوا أن تلكم الجنة أورثتموها بما كنتم تعملون }
“Datanglah suara berkumandang :Wahai ahli surga, sesungguhnya kamu sekalian akan sehat dan tak pernah sakit. Kamu sekalian akan menjadi muda belia dan tak pernah tua lagi. Dan kalian pun akan hidup dan tak akan pernah mati.”[12].Keyakinan tentang surga dan neraka di atas, terangkum dalam perkataan yang disampaikan oleh Imam Abu Ja’far At Thahawy rahimahullah dalam kitab beliau al ‘Aqidah Ath Thahawiyah, beliau menjelaskan,
وَالجَنَّةُ وَالنَّارُ مَخْلُوْقَتَانِ، لاَ تَفْنَيَانِ أَبَدًا وَلا تَبِيْدَانِ، فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى خَلَقَ الجَنَّةَ وَالنَّارَ قَبْلَ الخَلْقِ، وَخَلَقَ لَهُمَا أَهْلاً،
“Surga dan neraka merupakan dua makhluk yang tidak akan punah dan binasa. Sesungguhnya Allah telah menciptakan keduanya sebelum penciptaan makhluk lainnya dan Allah juga telah menentukan siapakah penghuninya…”[13].
Mengimanai Fitnah, Adzab, dan Nikmat Kubur
Dalil perkara ini sangat gamblang dan jelas. Allah Ta’ala menerangkannya di banyak tempat dalam Al Quran. Demikian pula penjabaran dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang masalah ini sangat banyak dan mencapai derajat mutawatir. Allah Ta’ala berfirman,وَلَوْتَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلاَئِكَةُ بَاسِطُوا أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنتُمْ عَنْ ءَايَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ {93}
“…Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya.” (QS. Al An’am: 93). [14]Adapun dalil tentang adanya siksa kubur adalah tentang kisah pertanyaan malaikat di alam kubur kepada mayit tentang Rabbnya, agamanya, dan nabinya. Allah Ta’ala lalu meneguhkan orang-orang yang beriman dengan kata-kata yang mantap, sehingga dengan kemantapannya ia menjawab, ”Rabbku adalah Allah, agamaku Islam, dan nabiku adalah Nabi Muhammad”. Sebaliknya Allah menyesatkan orang-orang yang dzalim. Orang yang kafir hanya bisa menjawab, ”Hah…hah!Aku tidak tahu” sementara itu orang munafik atau orang yang ragu menjawab :” Aku tidak tahu. Aku dengar orang-orang mengatakan sesuatu, lalu aku ikut pula mengaatkannya”[15].
Faedah Iman yang Benar
Keimanan yang benar akan memberikan faedah yang bermanfaat. Demikian pula keimanan yang benar terhadap hari akhir akan memberikan manfaat yang besar, di antaranya :- Merasa senang dan bersemangat dalam melakukan kataatan dengan mengharapkan pahalanya kelak di ahri akhir.
- Merasa takut ketika melakukan kemaksiatan dan tidak suka kembali pada maksiat karena khawatir mendapat siksa di hari akhir.
- Hiburan bagi orang-orang yang beriman terhadap apa yang tidak mereka dapatkan di dunia dengan mengharapkan kenikmatan dan pahala di akhirat. [16].
Penulis: Abu ‘Athifah Adika Mianoki
Muroja’ah: M.A. Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
Iman Kepada Rasul-rasul
Mungkin ada diantara kita yang merasa cukup dengan apa yang telah dipelajari selama ini dari bangku SD hingga bangku SMA (bahkan bangku perkuliahan) atau merasa tidak ada yang perlu dibahas lagi, sudah tahu bahwa Nabi itu ada 25, sifat nabi yang wajib ada 4, shidiq, fatonah, amanah, dan tabligh. Jika demikian pemahamanmu wahai saudariku, maka kebutuhanmu semakin besar dalam membaca tulisan kali ini, sehingga dengan izin Allah, engkau akan menyadari makna dan konsekuensi yang benar dari pernyataan keimananmu kepada Nabi dan Rasul-Nya ‘alaihimush shalatu wassalam.
Definisi Nabi dan Rasul
Nabi dalam bahasa Arab berasal dari kata naba. Dinamakan Nabi karena mereka adalah orang yang menceritakan suatu berita dan mereka adalah orang yang diberitahu beritanya (lewat wahyu). Sedangkan kata rasul secara bahasa berasal dari kata irsal yang bermakna membimbing atau memberi arahan. Definisi secara syar’i yang masyhur, nabi adalah orang yang mendapatkan wahyu namun tidak diperintahkan untuk menyampaikan sedangkan Rasul adalah orang yang mendapatkan wahyu dalam syari’at dan diperintahkan untuk menyampaikannnya (*). Sebagian ulama menyatakan bahwa definisi ini memiliki kelemahan, karena tidaklah wahyu disampaikan Allah ke bumi kecuali untuk disampaikan, dan jika Nabi tidak menyampaikan maka termasuk menyembunyikan wahyu Allah. Kelemahan lain dari definisi ini ditunjukkan dalam hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
(*) Syaikh Ibn Abdul Wahhab menggunakan definisi ini dalam Ushulutsalatsah dan Kasyfu Syubhat, begitu pula Syaikh Muhammad ibn Sholeh Al Utsaimin.
“Ditampakkan kepadaku umat-umat, aku melihat seorang nabi dengan sekelompok orang banyak, dan nabi bersama satu dua orang dan nabi tidak bersama seorang pun.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi juga menyampaikan wahyu kepada umatnya. Ulama lain menyatakan bahwa ketika Nabi tidak diperintahkan untuk menyampaikan wahyu bukan berarti Nabi tidak boleh menyampaikan wahyu. Wallahu’alam. Perbedaan yang lebih jelas antara Nabi dan Rasul adalah seorang Rasul mendapatkan syari’at baru sedangkan Nabi diutus untuk mempertahankan syari’at yang sebelumnya.
Bagaimana Beriman Kepada Nabi dan Rasul ?
Ketahuilah saudariku! Beriman kepada Nabi dan Rasul termasuk ushul (pokok) iman. Oleh karena itu, kita harus mengetahui bagaimana beriman kepada Nabi dan Rasul dengan pemahaman yang benar. Syaikh Muhammad ibn Sholeh Al Utsaimin menyampaikan dalam kitabnya Syarh Tsalatsatul Ushul, keimanan pada Rasul terkandung empat unsur di dalamnya (*).
(*) Perlu diperhatikan bahwa penyebutan empat di sini bukan berarti pembatasan bahwa hanya ada empat unsur dalam keimanan kepada nabi dan rosul-Nya.
- Mengimani bahwa Allah benar-benar mengutus para Nabi dan Rasul. Orang yang mengingkari – walaupun satu Rasul – sama saja mengingkari seluruh Rasul. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Kaum Nuh telah mendustakan para rasul.” (QS. Asy-Syu’araa 26:105). Walaupun kaum Nuh hanya mendustakan nabi Nuh, akan tetapi Allah menjadikan mereka kaum yang mendustai seluruh Rasul.
- Mengimani nama-nama Nabi dan Rasul yang kita ketahui dan mengimani secara global nama-nama Nabi dan Rasul yang tidak ketahui. – akan datang penjelasannya -
- Membenarkan berita-berita yang shahih dari para Nabi dan Rasul.
- Mengamalkan syari’at Nabi dimana Nabi diutus kepada kita. Dan penutup para nabi adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau diutus untuk seluruh umat manusia. Sehingga ketika telah datang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka wajib bagi ahlu kitab tunduk dan berserah diri pada Islam Sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya, “Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-NisaA’ 4:65)
Ketahuilah saudariku, jumlah Nabi tidaklah terbatas hanya 25 orang dan jumlah Rasul juga tidak terbatas 5 yang kita kenal dengan nama Ulul ‘Azmi. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Dzar Al-Ghifari, ia bertanya pada Rasulullah, “Ya Rasulullah, berapa jumlah rasul?”, Nabi shallallahu’alaihiwasallam menjawab, “Tiga ratus belasan orang.” (HR. Ahmad dishahihkan Syaikh Albani). Dalam riwayat Abu Umamah, Abu Dzar bertanya, “Wahai Rasulullah, berapa tepatnya para nabi?”, Nabi shallallahu’alaihiwasallam menjawab, “124.000 dan Rasul itu 315 orang.” Namun terdapat pendapat lain dari sebagian ulama yang menyatakan bahwa jumlah Nabi dan Rasul tidak dapat kita ketahui. Wallahu’alam.
Oleh karena itulah, walaupun dalam Al-Qur’an hanya disebut 25 nabi, maka kita tetap mengimani secara global adanya Nabi dan Rasul yang tidak dikisahkan dalam Al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada yang tidak Kami ceritakan kepadamu.” (QS. Al-Mu’min 40:78). Selain 25 nabi yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an, terdapat 2 nabi yang disebutkan Nabi shalallahu’alaihiwasalam, yaitu Syts dan Yuusya’.
Berkenaan dengan tiga nama yang disebut dalam Al-Qur’an yaitu Zulkarnain, Tuba’ dan Khidir terdapat khilaf (perbedaan pendapat) di kalangan ulama apakah mereka Nabi atau bukan. Akan tetapi, untuk Zulkarnain dan Tuba’ maka yang terbaik adalah mengikuti Rasulullah shalallahu’alaihiwasalam, Beliau shalallahu’alaihiwasalam bersabda, “Aku tidak mengetahui Tubba nabi atau bukan dan aku tidak tahu Zulkarnain nabi atau bukan.” (HR. Hakim dishohihkan Syaikh Albani dalam Shohih Jami As Soghir). Maka kita katakan wallahu’alam. Untuk Khidir, maka dari ayat-ayat yang ada dalam surat Al-Kahfi, maka seandainya ia bukan Nabi, maka tentu ia tidak ma’shum dari berbagai perbuatan yang dilakukan dan Nabi Musa ‘alaihissalam tidak akan mau mencari ilmu pada Khidir. Wallahu’alam.
Tugas Para Rasul ‘alaihissalam
Allah mengutus pada setiap umat seorang Rasul. Walaupun penerapan syari’at dari tiap Rasul berbeda-beda, namun Allah mengutus para Rasul dengan tugas yang sama. Beberapa diantara tugas tersebut adalah:
- Menyampaikan risalah Allah ta’ala dan wahyu-Nya.
- Dakwah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
- Memberikan kabar gembira dan memperingatkan manusia dari segala kejelekan.
- Memperbaiki jiwa dan mensucikannya.
- Meluruskan pemikiran dan aqidah yang menyimpang.
- Menegakkan hujjah atas manusia.
- Mengatur umat manusia untuk berkumpul dalam satu aqidah.
Terdapat berbagai pemahaman yang salah dalam hal keimanan pada Nabi dan Rasul-Nya ‘alaihisholatu wassalam. Beberapa di antara kesalahan itu adalah:
- Memberikan sifat rububiyah atau uluhiyah pada nabi. Ini adalah suatu kesalahan yang banyak dilakukan manusia. Mereka meminta pertolongan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika telah wafat, menyebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam cahaya di atas cahaya (sebagaimana kita dapat temui dalam sholawat nariyah) dan sebagainya yang itu merupakan hak milik Allah ta’ala semata. Nabi adalah manusia seperti kita. Mereka juga merupakan makhluk yang diciptakan Allah ta’ala. Walaupun mereka diberi berbagai kelebihan dari manusia biasa lainnya, namun mereka tidak berhak disembah ataupun diagungkan seperti pengagungan pada Allah ta’ala. Mereka dapat dimintai pertolongan dan berkah ketika masih hidup namun tidak ketika telah wafat.
- Menyatakan sifat wajib bagi Nabi ada 4, yaitu shidiq, amanah, fatonah dan tabligh. Jika maksud pensifatan ini untuk melebihkan Nabi di atas manusia lainnya, maka sebaliknya ini merendahkan Nabi karena memungkinkan Nabi memiliki sifat lain yang buruk. Yang benar adalah Nabi memiliki semua sifat yang mulia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qolam 68:4) Mustahil bagi orang yang akan memperbaiki akhlak manusia tapi memiliki akhlak-akhlak yang buruk dan yang lebih penting lagi, pensifatan ini tidak ada dasarnya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
- Mengatakan bahwa ada nabi perempuan.
- Mendapatkan wahyu.
- Ma’shum (terbebas dari kesalahan).
- Ada pilihan ketika akan meninggal.
- Nabi dikubur ditempat mereka meninggal.
- Jasadnya tidak dimakan bumi.
Demikianlah saudariku. Kita mengetahui kebutuhan hamba akan risalah yang disampaikan oleh Rasul-Nya sangatlah besar. Karena tidaklah seorang hamba dapat melaksanakan ibadah yang dicintai dan diridhoi oleh Allah ta’ala kecuali dengan pengajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan dengan diutusnya para Rasul ini, kita mengetahui bahwa Allah menyayangi dan memberi pertolongan pada hambanya. Oleh karena itulah kita wajib bersyukur dengan nikmat yang besar ini. Wallahu ‘alam.
Maraji':
- Syarh Tsalatsatul Ushul. Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin.
- Rekaman kajian Iman kepada Nabi dan Rosul, Dauroh Muslim Muslimah Dasar 2004. Ustadz Kholid Syamhudi.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)
email updates
Fans Page
Postingan Populer
-
Pengertian dan dalil MENCURI Pengertian Mencuri Mencuri adalah mengambil harta milik orang lain dengan tidak hak untuk dimilikinya t...
-
Mewaspadi Kerasnya Hati - Hati yang dimiliki setiap insan terkadang ia selembut air, tapi juga terkadang sekeras batu. Lembutnya hati kare...
-
Akhwatmuslimah.com – Kakak perempuan Fulan telah meninggal dunia. Saat Fulan ikut mengubur kakaknya, kantung uangnya terjatuh dan tertimb...
-
Misteri Magrip - Saat Maghrib tiba dan saat terang perlahan menghilang suasana berangsur mencekam. Ibu-ibu bergegas membawa anak-anaknya ...
-
DREAMERSRADIO.COM - Castellfollit de la Roca merupakan salah satu kota nan indah di Catalonia, Spanyol. Pasalnya, kota ini dihuni ha...
-
Seorang muslim punya prinsip yang tidak bisa ditawar-tawar yaitu bagaimanakah sikap dia pada non muslim. 1- Islam yang paling benar Pa...
-
Banyak orang mengenal rukun iman tanpa mengetahui makna dan hikmah yang terkandung dalam keenam rukun iman tersebut. Salah satunya adalah...
-
Iman terhadap kitab suci merupakan salah satu landasan agama kita. Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu...
-
Akhwatmuslimah.com – Dari Hani’ Maula Utsman berkata bahwa ketika Utsman bin Affan berdiri di depan kuburan, beliau Menangis hingga air m...
-
Seorang pemuda Anshar masuk Islam. Namanya Tsa’labah bin ‘Abdurrahman. Ia biasa melayani Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dan memban...
Blogroll
Translate
Alexa Rank
Mengenai Saya
Live Feed
Diberdayakan oleh Blogger.
Labels
- Akhlaq & Kepribadian (7)
- Gaya Hidup (6)
- Hukum Islam (3)
- Kabar Berita (2)
- Kisah Nabi Dan Rosul (3)
- Puasa (1)
- Rukun Iman (6)
- Sholat (1)
- Umum (13)
Label Cloud
Popular Post
-
Pengertian dan dalil MENCURI Pengertian Mencuri Mencuri adalah mengambil harta milik orang lain dengan tidak hak untuk dimilikinya t...
-
Mewaspadi Kerasnya Hati - Hati yang dimiliki setiap insan terkadang ia selembut air, tapi juga terkadang sekeras batu. Lembutnya hati kare...
-
Akhwatmuslimah.com – Kakak perempuan Fulan telah meninggal dunia. Saat Fulan ikut mengubur kakaknya, kantung uangnya terjatuh dan tertimb...
-
Misteri Magrip - Saat Maghrib tiba dan saat terang perlahan menghilang suasana berangsur mencekam. Ibu-ibu bergegas membawa anak-anaknya ...
-
DREAMERSRADIO.COM - Castellfollit de la Roca merupakan salah satu kota nan indah di Catalonia, Spanyol. Pasalnya, kota ini dihuni ha...
-
Seorang muslim punya prinsip yang tidak bisa ditawar-tawar yaitu bagaimanakah sikap dia pada non muslim. 1- Islam yang paling benar Pa...
-
Banyak orang mengenal rukun iman tanpa mengetahui makna dan hikmah yang terkandung dalam keenam rukun iman tersebut. Salah satunya adalah...
-
Iman terhadap kitab suci merupakan salah satu landasan agama kita. Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu...
-
Akhwatmuslimah.com – Dari Hani’ Maula Utsman berkata bahwa ketika Utsman bin Affan berdiri di depan kuburan, beliau Menangis hingga air m...
-
Seorang pemuda Anshar masuk Islam. Namanya Tsa’labah bin ‘Abdurrahman. Ia biasa melayani Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dan memban...
Sepakbola
Gadget
Postingan Populer
-
Pengertian dan dalil MENCURI Pengertian Mencuri Mencuri adalah mengambil harta milik orang lain dengan tidak hak untuk dimilikinya t...
-
Mewaspadi Kerasnya Hati - Hati yang dimiliki setiap insan terkadang ia selembut air, tapi juga terkadang sekeras batu. Lembutnya hati kare...
-
Akhwatmuslimah.com – Kakak perempuan Fulan telah meninggal dunia. Saat Fulan ikut mengubur kakaknya, kantung uangnya terjatuh dan tertimb...
-
Misteri Magrip - Saat Maghrib tiba dan saat terang perlahan menghilang suasana berangsur mencekam. Ibu-ibu bergegas membawa anak-anaknya ...
-
DREAMERSRADIO.COM - Castellfollit de la Roca merupakan salah satu kota nan indah di Catalonia, Spanyol. Pasalnya, kota ini dihuni ha...
-
Seorang muslim punya prinsip yang tidak bisa ditawar-tawar yaitu bagaimanakah sikap dia pada non muslim. 1- Islam yang paling benar Pa...
-
Banyak orang mengenal rukun iman tanpa mengetahui makna dan hikmah yang terkandung dalam keenam rukun iman tersebut. Salah satunya adalah...
-
Iman terhadap kitab suci merupakan salah satu landasan agama kita. Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu...
-
Akhwatmuslimah.com – Dari Hani’ Maula Utsman berkata bahwa ketika Utsman bin Affan berdiri di depan kuburan, beliau Menangis hingga air m...
-
Seorang pemuda Anshar masuk Islam. Namanya Tsa’labah bin ‘Abdurrahman. Ia biasa melayani Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dan memban...
© Belajar islam 2013 . Powered by Bloger